Mohon tunggu...
Azwar Sutan Malaka
Azwar Sutan Malaka Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Demokrat, Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu?

11 Maret 2021   07:38 Diperbarui: 11 Maret 2021   08:29 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AHY - Moeldoko, dua Ketum Partai Demokrat. Sumber Foto: Warta Politik.id

Walaupun Partai Demokrat di bawah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan tegas menyatakan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang diadakan di Deli Serdang adalah ilegal, namun realitasnya KLB Partai Demokrat memang terlaksana dan berhasil memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum. Pada kesempatan yang sama, KLB juga memberhentikan AHY dan menghilangkan jabatan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai. 

Bahkan Partai Demokrat versi KLB sudah mendaftarkan kepengurusan baru di bawah Ketua Umum Moeldoko itu ke Kementerian Hukum dan HAM pada hari Selasa, 9 Maret 2021 yang lalu. Sementara itu, pemerintah sebagai pihak yang akan menentukan dualisme Partai Demokrat, melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, sudah menyatakan akan mengambil sikap profesional dan objektif menyikapi kasus Partai Demokrat ini. 

Lalu bagaimana nasib Partai Demokrat ke depan? Banyak orang  memprediksi kemelut di tumbuh Partai Demokrat akan membawa kehancuran pada partai itu sendiri. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Namun apakah benar seperti itu? Saya mencoba melihat dari perspektif lain, justru kemelut di tubuh Partai Demokrat ini seperti ombak besar yang sedang mereka hadapi. Jika gagal menyikapinya ombak besar akan menenggelamkan AHY dan Partai Dmeokrat, jika berhasil menyikapinya akan mengantarkannya pada kemenangan. 

Bagaimanapun hasilnya, tergantung sikap pengurus dalam menyikapinya. Jika Partai Demokrat di bawah kepengurusan AHY menganggap ombak besar itu adalah musibah besar sehingga mereka membiarkan diri ditelan ombak tersebut, berarti partai yang dipimpin AHY itu akan tenggelam. Tapi jika AHY bisa berselancar di atas ombak itu dan menyelesaikan dinamika kepartaian itu dengan baik, justru ombak besar tersebut akan membawanya ke tepi pantai. 

Artinya belum tentu kemelut yang dihadapi Partai Demokrat akan menghancurkan partai yang pernah berjaya ketika pemilu 2009 ini. Bisa jadi masalah yang berat ini akan membuat Partai Demokrat menemukan momentumnya untuk bangkit kembali menuju tiga besar pada pemilu 2024 mendatang. 

Ada beberapa hal yang bisa menjadi keuntungan bagi Partai Demokrat dalam menghadapi hasil KLB PD di Deli Serdang ini, pertama Partai Demokrat justru mendapat insentif pemberitaan gratis di media. Kedua sebagai "anak baru" dalam politik Indonesia, AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat butuh ujian untuk naik kelas menjadi politisi unggul yang memakai "baju besar" Partai Demokrat. Ketiga dengan terlibatnya Moeldoko yang merupakan orang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, hal ini semakin memperjelas jati diri Partai Demokrat sebagai partai oposisi yang "ditakuti" pemerintahan saat ini. 

Tentang insentif pemberitaan gratis di media, saya rasa tidak ada perdebatan tentang hal ini. Siapa pun sepakat bahwa Partai Demokrat dan AHY semakin populer di media. Jika tidak ada persoalan KLB Partai Demokrat atau yang disebut kubu AHY sebagai Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan (GPK) Partai Demokrat maka Partai Demokrat dan aktivitas politisinya tidak akan dianggap menarik oleh media. Hal ini karena tidak ada yang istimewa lagi pada Partai Demokrat untuk diliput oleh media. Sebagai partai oposisi, sikap-sikap Partai Demokrat kadang tidak tegas, kalah dengan sikap-sikap politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjadi partai oposisi sebenarnya saat ini. 

Kedua menjadikan masalah sebagai peluang ini memang agak diperdebatkan. Hanya orang-orang yang optimislah yang melihat masalah sebagai peluang. Sekarang kembali pada Partai Demokrat dan AHY sebagai komandannya, apakah akan melihat masalah ini sebagai peluang atau justru melihat masalah ini sebagai persoalan besar yang akan menghancurkan eksistensi partai. Masalah ini bisa dilihat sebagai peluang salah satunya dari sisi bagaimana persoalan menguji ketangguhan AHY sebagai Ketua Umum. 

AHY yang selalu diremehkan sebagai Ketua Umum partai yang "digendong" ayahnya untuk menduduki posisi tertinggi di Partai Demokrat itu bisa membuktikan diri melalui masalah ini. Kepiawaiannya menyelesaikan masalah akan menentukan siapa dirinya sebenarnya nanti. Jika dia berhasil memenangkan pertarungan ini, maka stigma AHY sebagai "anak papi" yang mewarisi partai karena ayahnya tentu bisa berkurang, bahkan hilang. Namun jika AHY gagal mengatasi kemelut di tubuh Partai Demokrat ini, maka disitulah kuburan AHY dan Partai Demokrat itu. 

Ketiga pembegalan Partai Demokrat oleh Moeldoko yang juga merupakan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) artinya dia adalah orang dekat Joko Widodo, membantu Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY untuk mendefinisikan diri mereka. Partai Demokrat dalam kepemimpinan SBY cendrung tidak tegas dalam menentukan sikap politik. Hal ini sangat kentara ketika Pilpres tahun 2014, dimana Partai Demokrat tidak mengambil posisi yang jelas akan mendukung salah satu Calon Presiden waktu itu. Sikap yang sama terlihat dalam beberapa kebijakan di parlemen sampai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun