Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Benar Versus Kebenaran, Fakta di Pusaran Interpretasi

15 Oktober 2019   13:55 Diperbarui: 16 Oktober 2019   04:38 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Senada dengan hal itu, Ren Descartes dalam Meditation IV menyebutkan bahwa kita berbuat salah bukan karena kondisi kecerdasan, namun lebih karena dorongan hasrat. 

Belanja kosmetik dan produk perawatan diri di kalangan remaja putri yang cukup memprihatinkan bukan karena anggapan bahwa tampil cantik adalah kebutuhan dasar, namun karena masyarakat sekitarnya, terutama dari kalangan pria, mewajarkan atau bahkan menuntut remaja putri itu untuk bersolek. Sebab jika tidak, mereka dianggap kurang feminim.

Hasrat untuk tampil cantik, dengan segala konsekuensinya, mendapat persetujuan bahkan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Tentu ini disambut baik oleh industri kosmetik dan produk perawatan diri dengan menciptakan pasarnya. 

Namun perlu dicatat bahwa polesan itu justru menutupi kualitas lain dari diri mereka. Selain itu, kondisi yang sudah dibingkai sedemikian rupa oleh realitas lingkungannya, dan itu fakta yang kita temukan, tidak ditanggapi secara kritis oleh remaja putri tersebut.

Simpulan yang dinyatakan oleh para remaja putri itu, sebagai respon dari kondisi yang dipaksakan atas mereka, lahir dari sikap tergesa-gesa. Mereka mendapati bahwa masyarakat secara umum hanya menerima remaja putri cantik karena bersolek dan menganggapnya sebagai sebuah fakta. 

Oleh karena itu, cantik selain karena bersolek tidak benar. Sehingga kondisi itu dipersepsi sebagai sebuah kebenaran yang bersifat final dan suka tidak suka harus diterima.

Sikap tergesa-gesa itu disebabkan oleh ketidakmampuan mengolah buah pikir setidaknya dengan mengajukan pertanyaan yang pas sebelum menyimpulkan sesuatu. 

Meski gambaran utuh kebenaran sulit diraih, setidaknya kita berupaya menggapainya dengan sedikit lebih bersabar. Kesabaran itu menuntun penundaan kita terhadap sebuah simpulan agar kemungkinan-kemungkinan lain masuk dalam pertimbangan kita.

Tentu ada kondisi yang mengharuskan kita memberikan simpulan dan putusan di saat genting atau mendesak. Namun hal itu tidak menghalangi kita untuk terbuka terhadap masukan dan persepsi orang lain. 

Sedapat mungkin dipertimbangkan secara matang dalam jeda waktu yang ada. Keputusan sepihak yang dampaknya meluas ke berbagai pihak tentu mesti dilahirkan secara terbuka pula; kritik dan koreksi tetap menjadi prioritas bahkan ketika simpulan atau putusan itu telah dibuat.

Memilih untuk menghimpun data dan memahami fakta ketimbang menyimpulkan dengan tergesa-gesa melatih diri kita untuk lebih adil menimbang sebuah peristiwa dari banyak sisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun