Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Publik dan Kepakaran: Ulasan Interpretatif atas Matinya Kepakaran (Bagian Dua)

12 September 2019   20:03 Diperbarui: 12 September 2019   20:07 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pembaca dan penikmat berita mesti memahami bahwa para jurnalis yang meliput berita itu jauh lebih memahami kontennya. Mereka menghabiskan banyak waktu dan usaha sebelum hasil liputan mereka dapat diakses. Dengan memahami hal ini, para jurnalis akan merasa bahwa usaha mereka dihargai secara patut. Selain itu, seperti makanan, diet informasi mesti bervariasi dan berimbang.

Hal itu akan membantu para pembaca dan penikmat liputan untuk melatih diri lebih selektif terhadap informasi yang mereka terima. Kebiasaan berpikir kritis bisa dimulai dari sini. Pastikan apakah jurnalis yang menulis berita itu telah menerapkan standar minimal peliputan, telah diverifikasi oleh editor, dan telah dikonfirmasi serta dianggap layak. Periksa pula liputan pada topik terkait dan bandingkan simpulannya.

Pakar Juga Manusia; Bisa Benar dan Bisa Salah

Setiap saat, masyarakat awam membutuhkan pakar. Jejaring sosial dan pemerintahan memastikan para pakar bekerja untuk kepentingan publik dan masyarakat butuh kepastian dari pakar tersebut. Tradisi dan nilai-nilai kepakaran diawasi oleh lembaga penjamin standar yang beragam untuk menjamin kualitas. Sistem ini terbukti mampu membangun kepercayaan publik dari masa ke masa.

Dokter yang tidak kompeten dan mengakibatkan pasien meninggal karena malpraktik akan membuat semua orang terkejut. Sebab di belahan dunia lain, para Dokter profesional mampu menyelesaikan tugasnya tanpa adanya insiden sama sekali. 

Begitupun dengan profesi lainnya. Bandingkan dengan Politisi yang tersangkut korupsi. Semua orang menganggapnya biasa saja sebab sedari awal mereka paham bahwa siapapun bisa menjadi Politisi meski tanpa keahlian apapun.

Meski demikian, masyarakat awam perlu mengantisipasi satu hal mendasar bahwa pakar juga manusia dan bisa salah. Mendalami suatu bidang melibatkan kemungkinan eksperimen yang gagal, simpulan yang keliru, serta terkadang menuntun ke jalan tanpa ujung. Kadangkala masalah itu dapat ditangani dan diselesaikan oleh pakar lain namun kadang pula justru malah menambah parah kesalahannya.

Menerapkan pengkajian secara terukur tidak menjamin hasil sesuai perkiraan. Bahkan, tidak jarang menghasilkan temuan yang mengejutkan. Hasil itu bisa saja negatif seperti pada kasus malpraktik tadi namun juga bisa positif. 

Contohnya seperti usaha untuk menemukan obat yang bisa menurunkan resiko kanker rahim yang justru melahirkan pil kontrasepsi. Namun beberapa bentuk kesalahan memang cukup mengkhawatirkan.

Terutama jika seorang pakar berusaha melebarkan keahlian ke bidang lain di luar bidangnya. Bukan hanya beresiko menemui culture shock di bidang baru itu namun juga bisa mengacaukan tradisi kajiannya. 

Selain itu, pakar juga rentan terjerumus mengikuti emosinya. Ketika terjebak dalam sebuah situasi, ia kadang dituntut untuk memberi prediksi. Padahal kepakaran semestinya memberikan penjelasan bukannya prediksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun