Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dialog Epistemologi Iqbal dan Pierce dalam Sajian Rodliah Khuzai: Sebuah Ulasan Singkat

23 Agustus 2019   22:28 Diperbarui: 23 Agustus 2019   22:31 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski demikian, akar epistemologi Mohammad Iqbal yang semula diusahakan dapat mengatasi kesulitan epistemologi Platon dan dapat membantu keterbelakangan umat Muslim dalam ilmu serta sains ternyata belum cukup memberikan arti yang signifikan. Sebab pada akhirnya, Iqbal terjebak sendiri pada kritiknya terhadap dunia ide yang dikemukakan Platon. Jadi epistemologi Iqbal masih bersifat dogmatis-intuitif.

Konstruksi Epistemologi Charles S. Pierce: Kritik Atas Rasionalisme Descartes

Pierce menyanggah Decartes dengan mengatakan bahwa metode keraguan tidak mungkinkan sebab tidak ada proporsi yang pasti. Pierce tidak dapat membenarkan adanya hal-hal yang tidak dapat dipikirkan, yang menurut Decartes sesuatu yang tidak dapat dijelaskan karena memang Tuhan membuatnya begitu.

Menurut Pierce, meskipun ada pra-anggapan dalam konsensus keyakinan akal sehat, seseorang tidak dapat mengerti tanpa bertanya meskipun dapat disuguhkan kepada mereka kritik secara hati-hati. Pandangan Pierce yang mengkritik keyakinan akal sehat memberi masukan bagi pertimbangan kritik keyakinan terhadap akal sehat dengan mengakui bahwa keraguan dapat berupa refleksi terhadap keyakinan seseorang.

Akal sehat memang diperlukan namun tidak cukup karena ia tidak sanggup menjelaskan dan tidak mengerti sebab sebab kesesatan dan cara berpikir yang palsu. Pierce bersikeras bahwa kebenaran ilmu tidak mutlak tetapi relatif, dinamis, dan terus berubah sesuai dengan dinamikanya. Maka "God made it so"menurut epistemologi Decartes bersifat dogmatis dan tidak memiliki argumentasi yang kuat dalam mempertahankan klaimnya.

Pendekatan Pierce untuk membenarkan nilai pengetahuan teoritis dibuat melalui logika dan teori Etikanya. Etika membahas soalan tujuan dan tidak semata soalan benar atau salah. Karena itu, masalah fundamental etika bukan tentang apakah benar itu, melainkan tentang apa yang telah aku siapkan dengan hati-hati untuk menjawab apa yang ingin aku lakukan, apa tujuanku, dan apa yang aku akan lakukan setelah itu?

Etika menunjukkan tujuan hidup sementara logika dalam pengertian inklusif mengkaji cara-cara mencapai tujuan akal. Karena itu, tidak mungkin mencapai atau meraih logika rasional kecuali bersandarkan pada etika. 

Pierce menekankan bahwa pengetahuan ilmiah bukan sesuatu yang pasti sempurna dan melampaui pencapaian objeknya. Ilmu dan pengetahuan tidak pernah mencapai formulasi yang final atau absolut mengenai alam semesta. 

Pengakuan batasan niscaya dari pengetahuan ilmiah disebut oleh Pierce dengan istilah fallibilisme yaitu sikap hati-hati terhadap ilmu yang dengan sengaja menyembunyikan komitmen yang sempurna dan final terhadap perolehan metode ilmiah. Tetapi di satu sisi, ada semangat kepercayaan terhadap ilmu dan jaminan bahwa ilmu benar-benar menuntun pada kebenaran.

Logika Intuitif versus Logika Ilmiah: Dialog Antara Iqbal dan Pierce

Baik Mohammad Iqbal dan Charles S. Pierce disebut sama-sama pribadi yang religius. Itu terlihat jelas pada konsep-konsep kepercayaan dan keyakinan yang mewarnai pemikiran keduanya. Namun keduanya berbeda pandangan pada wilayah kajian ilmu yang universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun