Mohon tunggu...
AZNIL TAN
AZNIL TAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Koordinator Nasional Poros Benhil

Merdeka 100%

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Kadalin Moeldoko Dengan NKRI Syariah

10 Agustus 2019   01:03 Diperbarui: 10 Agustus 2019   01:35 5860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moeldoko Pasang Badan Untuk NKRI. 

Ada sekelompok orang atau ormas yang gagal faham tentang makna dasar negara dan konstitusi negara Indonesia. Menganggap bahwa dengan merubah NKRI dengan NKRI  Syariah sebagai suatu tindakan yang konstitusional.

Mereka menganggap perbuatan bermusyawarah (ijtimak) untuk mengganti Dasar Negara merupakan hal yang wajar sebagai bentuk hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang ditetapkan pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Itu malah kategori perbuatan berbahaya buat keutuhan negara.

Moeldoko sebagai seorang purnawirawan panglima TNI tentu sudah khatam dengan dasar negara dan konstitusi yang ada di negaranya.  Ketika ada sekelompok orang/ormas mau memplintir dasar negara dan konstitusi, dia melawannya.

Moeldoko mengatakan bahwa sumber hukum negara Indonesia bukan berdasarkan Ijtimak. Indonesia sebagai negara hukum memiliki aturan yang sudah jelas sumber dan hirarkinya, yaitu UUD 1945, Undang-undang, Ketetapan MPR, Undang-undang/Perppu dan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. Pancasila adalah sebagai Sumber hukum dasar nasional.

Moeldoko  menanggapi bahwa rekomendasi sekelompok orang pada Ijtimak Ulama IV soal mewujudkan NKRI syariah bertentangan dengan ideologi Pancasila dan konstitusi.

Dengan tegas alumnus Akabri tahun 1981 dengan predikat terbaik dan meraih penghargaan bergengsi Bintang Adhi Makayasa ini menyatakan bahwa Pancasila sudah menjadi konsesus nasional yang disepakati bersama oleh para pendiri bangsa. Artinya, bahwa tidak ada lagi istilah lain atau ideologi lain selain Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.  

Moeldoko itu ibarat seorang guru ngaji yang khatam Al Qur'an dan sudah tingkat ahli ilmu tafsir. Ketika seseorang salah membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran, Moeldoko dengan mudah mengetahuinya. Ketika seseorang mencoba memengal-mengal ayat satu dengan ayat lainnya untuk membuat tafsiran sendiri, Moeldoko tentu mengetahui kekeliruan orang tersebut.

Begitu juga pada nilai-nilai terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Ketika sekelompok orang/ormas mengatasnamakan pemuka agama tersebut memplintir Pancasila dan UUD 1945, Moeldoko merasa prihatin atas adanya gerakan seperti itu. Apalagi membuat tafsir sendiri tentang Pancasila untuk membenarkan gerakan mereka. Itu sudah jelas melanggar konstitusi.

Moeldoko dengan tegas menjelaskan bahwa negara Indonesia bukanlah negara syariat Islam. Bahwa dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1 berbunyi sebagai berikut: "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik". Bukan "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia Syariah (NKRI Syariah)".  

Tentang disebutkan dalam Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, musyawarah, keadilan itu berlaku bagi semua agama. Bukan ditujukan kepada salah satu agama, suku, ras atau golongan tertentu.

Negara sudah menjamin penduduk Indonesia untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

Jadi negara tidak melarang seseorang melaksanakan syariat agamanya. Yang dilarang adalah memasukan faham-fahamnya kedalam pilar negara.

Mewujudkan NKRI syariah telah masuk ke wilayah sendi-sendi negara yang sangat fundamental bukan lagi  sebagai bentuk hak warga negara kebebasan bermusyawarah dan berserikat.   Sangat berbeda dengan izin mendirikan  bank syariah, sekolah syariah (pesantren/madrasah/sekolah keagamaan) dan hotel syariah di Indonesia karena itu menyangkut kebebasan setiap warga negara memilih sarana/fasilitas untuk  penyaluran keyakinannya. Karena hal itu tidak mengikat seluruh warga negara Indonesia.

Makanya Moeldoko menolak berdialog dengan kelompok/ormas tersebut untuk medialogkan NKR Syariah tersebut. 4 Pilar Kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika)  sudah final dan bukan untuk diperdebatkan lagi. Sejarah perdebatan itu sudah panjang dan sudah selesai. Jadi tidak perlu ada lagi dialog untuk itu.

Moeldoko menyadari bahwa untuk menghadapi kelompok-kelompok orang yang mau merongrong Pancasila tersebut dengan melakukan pendekatan kultural, edukatif, dan struktural. Tentang pendekatan hukum Moeldoko menyerahkan kepada aparat penegak hukum.

Moeldoko menghimbau kelompok tersebut untuk mendeklarasikan  Pancasila sebagai ideologi dan berprikaku Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.  Maka proses perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Kementerian Dalam Negeri tak akan tersendat.

"Jangan mengembangkan ideologi lain, sudah, itu prinsipnya. Dengan tegas FPI, oke ideologi saya pancasila, selesai. Perilaku-perilaku Pancasila, selesai," ujarnya.

Tentang pimpinannya yang mingat minta dipulangkan ke Indonesia, Moeldoko siap bantu sumbangin tiket.
"Gitu aja kok repot," kata Gusdur.

Namun begitu, mantan Panglima TNI itu juga  meminta masyarakat melakukan perlawanan terhadap apapun yang bertentangan dengan ideologi Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai ideologi bangsa.

Dari survei yang dihelat LSI Denny JA menemukan bahwa publik yang pro terhadap NKRI Syariah mengalami peningkatan. LSI Denny JA menemukan, peningkatan tersebut terjadi sejak tahun 2005 hingga tahun 2018. Hingga akhirnya pada tahun 2018 naik menjadi 13,2 persen dibandingkan pada tahun 2005 yang berjumlah 4,6 persen,

Kehadiran Moeldoko sangat perlu bagi negara ini untuk menjaga 4 Pilar Kebangsaan. Menghadapi anak bangsa yang bandel dengan pendekatan yang bisa mencerdaskan dan mengeksekusi Visi Jokowi - Ma'ruf Amin kedepan dalam Pembinaan Ideologi Pancasila serta melakukan Restorasi Toleransi dan Kerukunan Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun