Mohon tunggu...
azmi Fajar Maulana
azmi Fajar Maulana Mohon Tunggu... -

saya mahasiswa Sosiologi Universitas Jendral Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beasiswa Bidikmisi tak Lepas dari Masalah

15 Desember 2014   22:48 Diperbarui: 4 April 2017   17:51 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri – Paulo Freire Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar setelah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pendidikan juga sebagai salah satu usaha atau proses pendewasaan, mengarahkan, membimbing, dan meningkatkan potensi-potensi yang di miliki oleh individu. Pendidikan lahir dari pengetahuan dan hasil dialektika kebudayaan masyarakat. Oleh karena itu tujuan dari pendidikan sejatinya adalah mengganti kebudayaan manusia yang usang dan terbelakang menjadi kebudayaan yang maju.Jelaslah sudah bahwa sasaran dari pendidikan itu sendiri memang ditujukan untuk masyarakat luas bukan hanya segelintir kelompok saja. Merujuk pada tujuan dasar dari pendidikan di atas ada hal yang rancu mengenai prakteknya di Indonesia. Pada prakteknya pendidikan yang ada di Indonesia seperti sebagai melanggengkan kebudayaan yang terbelakang dan usang tersebut. Instansi maupun lembaga pendidikan negara berusaha dalam hal melegalkan komersialisasi di bidang pendidikan, dengan menelurkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap mahasiswa dan rakyat lainnya, permendikbud dan SK rektor misalnya. Perguruan tinggi bagaikan sebuah korporasi besar yang berbisnis di bidang pendidikan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Sesungguhnya Lembaga pendidikan adalah lembaga Non-profit. Besarnya angka biaya pendidikan ini dapat kita saksikan dengan semakin tingginya biaya UKT di jenjang perguruan tinggi setiap tahunnya, sehingga memberatkan masyarakat. Ketika pendidikan menjadi sesuatu barang yang mahal dan mewah, maka hanya sebagian kecil kelompok masyarakat yang bisa mengecap pendidikan, yaitu klas menengah ke atas. Di sisi lain penyakit kemiskinan, kebodohan, dan budaya terbelakang akan semakin langgeng yang pada saatnyakejahatan korupsi menjadi pemandangan keseharian dan akan menjadi masalah yang besar. Permasalahan lain juga dialami bagi yang sudah dapat mengakses pendidikan perguruan tinggi adalah mahasiswa masih mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang masih kurang, tidak sebanding dengan apa yang dibayarkan mahasiswa dengan UKT yang mahal. Kemudian mahasiswa juga tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan kebijakan kampus. Dalam hal ini penting seperti penyusunan anggaran dan rencana pengembangan mahasiswa atau merumuskan unit cost untuk pembayaran UKT, supaya adanya transparansi di tubuh birokrasi kampus. Disisi lain agar mahasiswa juga dapat mengontrol anggaran maupun pembuatan kebijakan-kebijakan kampus. Bidik Misi : Tambal-Sulam Sistem Pendidikan kita Pemerintah bagai menambal sedikit lubang yang ‘menganga’ akibat dari borok komersialisasi pendidikan. Disisi lain melakukan komersialisasi pendidikan akan tetapi disisi lain memberikan Beasiswa atau Bidikmisi bagi rakyat dan hanya yang berpotensi akademik yang dapat sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Dalam visinya Bidikmisi ditujukan untuk tepat sasaran yaitu untuk kalangan ‘tidak mampu’ dan ‘pintar’, Perlu diketahui juga bantuan yang diberikan dalam program ini terdiri dari, bantuan biaya hidup yang diserahkan kepada mahasiswa sekurang-kurangnya sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) per bulan yang ditentukan berdasarkan Indeks Harga Kemahalan daerah lokasi PTN dan Bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN sebanyak-banyaknya Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) per semester per mahasiswa. Bisa dikatakan penerima Bidikmisi banyak yang tidak tepat sasaran. Kemudian seringnya keterlambatan dalam menerima dana Bidikmisi oleh mahasiswa UNSOED Purwokerto yang seharusnya sudah di terima mahasiswa. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan yang terjadi, apalagi bagi mahasiswa yang merantau di Purwokerto dengan kebutuhan pokok yang mendesak (Red: seperti makan, transportasi dsb.) mereka memilih makan hanya 'nasi dengan kecap' saja. Banyak dampak lain dari keterlambatan dana Bidik Misi ini, perlengkapan atau peralatan penunjang akademik mahasiswa tidak dapat terpenuhi. Tidak adanya penunjang akademik mahasiswa berdampak pula pada konsentrasi belajarnya. Bukan hanya keterlambatan dana Bidikmisi saja yang meresahkan, ada pula mahasiswa yang sudah menerima dana bidikmisi tetapi dana tersebut berkurang karena ada penarikan uang yang tidak jelas dari pihak universitas yang sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) (hal ini dirasakan oleh mahasiswa Bidikmisi tahun angkatan 2010) Banyak mahasiswa yang kemudian bertanya-tanya akan dana Bidikmisi yang belum diterima serta adanya 'penarikan liar' dari pihak universitas atau ada oknum-oknum yang mencari keuntungan sehingga mempersulit kelancaran penerimaan dana Bidikmisi. Suara-suara yang lirih terdengar di mahasiswa Bidik Misi, namun kini hanya sekedar ‘suara yang lirih' tak ditindaklanjuti? Mari bergerak melawan ketidakadilan dan menyuarakannya dalam perjuangan Marilah kita sebaiknya sebagai mahasiswa terus tetap belajar, berorganisasi, dan berjuang. Demi mewujudkan cita-cita pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat! #BidikMisiUnsoed

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun