Mohon tunggu...
Moh. Ulul Azmi
Moh. Ulul Azmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang suka minum kopi, sesekali aja nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gender Inequality: Ketimpangan Upah dalam Ketenagakerjaan di Indonesia

28 Januari 2022   20:42 Diperbarui: 29 Januari 2022   22:42 2045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Gambar 4: Upah rata-rata menurut jenis kelamin (Rupiah/Jam), Source: BPS, diolah oleh penulis
Gambar 4: Upah rata-rata menurut jenis kelamin (Rupiah/Jam), Source: BPS, diolah oleh penulis

Kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih terjadi di Indonesia. Meskipun upah laki-laki dan perempuan cenderung meningkat, namun ada kecenderungan upah yang diterima laki-laki lebih besar dari perempuan, seperti yang terlihat pada gambar 4.  

Kemajuan tersebut merupakan hasil dari dorongan regulasi yang berkewajiban untuk menerapkan upah minimum. Tetapi meskipun begitu, kesenjangan gender masih terjadi dalam penerimaan upah.

Dapat dilihat juga pada gambar 3, pekerja perempuan cenderung menerima upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, mesekipun memiliki tingkat Pendidikan yang sama, ketimpangan tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidian BPS (2021) mencatat jika pekerja laki-laki memiliki rata-rata upah Rp. 3,1 juta per bulan sedangkan perempuan Rp. 2,86 juta per bulan. Gap angka yang tinggi di setiap level Pendidikan pada gambar 4 menunjukkan bahwa kesetaraan gender masih jauh dari kata setara. Data lain juga menunjukkan, bahwa Sebagian besar perempuan bekerja di sektor informal, hal tersebut menyebabkan perempuan tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai, sehingga mengakibatkan pekerja perempuan lebuh rentan terhadap terjadinya pelanggaran hukum berupa diskriminasi, kekerasa fisik, eksploitasi, hingga perdangangan manusia, dari segi upah perempuan juga menerima 30% lebih rendah dibandingkan laki-laki (Syaifuddin, 2018). 

Hal tersebut disebabkan karena Sebagian besar pekerja perempuan hanya mengisi sektor informal, yang natabene tidak ada perlindungan sosial yang pasti di sektor tersebut. Ada beberapa faktor yang menghambat perempuan untuk beralih ke sektor formal, pertama yaitu peran dan tanggung jawab dalam rumah tangga yang cenderung merugikan perempuan, yang kedua adalah budaya patriarki yang telah mengakar dalam masyarakat Indonesia, sehingga posisi perempuan dianggap rendah.


Gambar 5: Rata-rata upah buruh menurut pendidikan dan jenis kelamin (Februari 2021), Source: katadata.co.id
Gambar 5: Rata-rata upah buruh menurut pendidikan dan jenis kelamin (Februari 2021), Source: katadata.co.id

Fakta lain yang sering ditemui adalah, biasanya, lapangan pekerjaan yang statusnya lebih banyak terbuka pada perempuan pada umumnya memberikan standar upah yang relatif rendah. Hal tersebut berkebalikan dengan pekerja laki-laki yang lebih terbuka ke jabatan professional dan formal lainnya. Perempuan yang masuk ke pasar kerja pada umumnya jenjang kariernya tidak akan secepat laki-laki, baik formal maupun informal, pleh karena itu penerapan kesetaraan gender sangat penting perannya dalam dunia kerja (Ainun, 2018). Dengan menghilangkan hambatan perempuan untuk bekerja di sektor tertentu terutama formal, akan berdampak pada berkurangnya kesejangan produktivitas antara pekerja laki-laki dan perempuan (World Bank, 2012)

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa Sebagian besar perempuan bekerja di sektor perdagangan, restoran dan hotel, pertanian, dan jasa kemasyarakatan, dengan rincian pertambangan sebanyak 115.063 (8,91%  atau 1,28 juta orang pekerja laki laki). Pada sektor listrik, air, dan gas sebanyak 46.449 orang (13%  dari pekerja laki-laki 347,42 ribu orang), sedangkan pada sektor jasa keuangan sebesar 1.091.838 orang ( 41% dari 2,66 juta orang dari pekerja laki laki).

Pada sektor tersebut pekerja perempuan memperoleh upah yang rendah. Ini cukup ironis, mengingat bahwa menurut catatan BPS (2017), ada tiga sektor yang memberikan standar rata-rata upah/gaji tertinggi yaitu pertambangan sebesar 4,4 juta/bulan, sektor listrik, gas & air sebesar Rp. 3,92 juta/bulan serta sektor jasa keuangan sebesar Rp. 3,87 juta/bulan. Hal ini menunjukkan perempuan menjadi korban dalam struktur ekonomi yang menyebabkan kebanyakan dari mereka harus bekerja di sektor informal dengan upah renda, ketidakjelasan regulasi kerja, upah yang kurang, dan jaminan sosial yang tidak jelas (Sofiani, 2017).

Keterbatasan perempuan untuk memperoleh kemungkinan pekerjaan skala besar terkait dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh pekerja. Peran serta masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah sangat penting dalam rangka pengembangan pribadi pekerja perempuan. sehingga  keadilan dan kesetaraan gender dapat tercapai di bidang ketenagakerjaan (Effendi & Devi, 2018).

Penyebab Kesenjangan Upah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun