Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, keterampilan dalam software testing, khususnya pengujian otomatis (automated testing), telah menjadi salah satu aspek penting dalam pendidikan teknik informatika. Banyak perusahaan saat ini mengharapkan lulusan yang tidak hanya mampu menulis kode fungsional, tetapi juga memahami bagaimana menguji perangkat lunak secara efisien dan akurat menggunakan alat otomatisasi seperti Selenium, JUnit, atau Cypress. Namun, satu pertanyaan penting muncul dalam konteks pendidikan: sejauh mana pengalaman programming mahasiswa mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mempelajari pengujian otomatis?
Korelasi Antara Programming dan Pengujian Otomatis
Secara logis, ada hubungan yang cukup erat antara keterampilan pemrograman dan pengujian otomatis. Pengujian otomatis pada dasarnya adalah proses menulis skrip yang secara sistematis mengevaluasi perilaku perangkat lunak untuk mendeteksi kesalahan. Untuk melakukan ini, seorang mahasiswa harus memahami struktur kode, alur logika, serta sintaks bahasa pemrograman yang digunakan dalam alat pengujian.
Mahasiswa yang telah memiliki pengalaman yang cukup dalam pemrograman, misalnya melalui proyek, kompetisi, atau kerja praktik, umumnya memiliki keunggulan dalam hal:
Menulis skrip pengujian yang kompleks.
Memahami bagaimana kode yang diuji bekerja sehingga dapat merancang test case yang efektif.
Menggunakan pustaka atau framework pengujian secara efisien.
Sebaliknya, mahasiswa yang belum memiliki landasan pemrograman yang kuat sering kali mengalami kesulitan dalam memahami konsep dasar seperti assertions, mocking, atau unit test lifecycle, karena mereka masih berjuang memahami sintaks dasar itu sendiri.
Bukti Empiris dari Penelitian
Sebuah studi yang dilakukan oleh Mishra et al. (2017) menunjukkan bahwa mahasiswa dengan latar belakang pemrograman yang kuat lebih unggul dalam penerapan teknik pengujian otomatis dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang memiliki pengalaman pemrograman minim (Mishra et al., 2017). Mereka menemukan bahwa korelasi antara kemampuan pemrograman dan keberhasilan dalam pengujian struktural dan otomatis sangat signifikan. Ini menunjukkan bahwa pengajaran pengujian otomatis sebaiknya tidak dipisahkan dari penguatan keterampilan pemrograman dasar.
Tantangan dalam Praktik Pembelajaran
Namun demikian, realitas di banyak institusi pendidikan menunjukkan bahwa pengujian perangkat lunak sering kali diajarkan dalam semester yang sama atau lebih awal dari mata kuliah lanjutan pemrograman. Hal ini menciptakan kesenjangan dalam kesiapan mahasiswa menghadapi topik-topik yang membutuhkan kemampuan menulis skrip secara mandiri. Mahasiswa dapat merasa frustrasi karena mereka diminta untuk menulis unit test sebelum memahami struktur kode program itu sendiri. Akibatnya, motivasi belajar bisa menurun dan hasil pembelajaran menjadi kurang optimal.
Selain itu, mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman proyek nyata sering kali tidak memahami pentingnya pengujian. Bagi mereka, pengujian masih dianggap sebagai tugas sekunder, bukan bagian integral dari proses rekayasa perangkat lunak. Ini memperburuk pemahaman bahwa testing, khususnya automated testing, adalah keterampilan yang strategis dan sangat dicari di industri.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk menjawab tantangan tersebut, pendekatan pembelajaran pengujian otomatis perlu didesain ulang agar lebih terintegrasi dengan pembelajaran pemrograman. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning): Mengintegrasikan praktik pengujian sejak awal dalam proyek pengembangan perangkat lunak akan membuat mahasiswa terbiasa menguji kode mereka sendiri.
Penggunaan Bahasa Pemrograman yang Familiar: Menggunakan bahasa pemrograman yang telah dikuasai mahasiswa untuk pengujian, seperti Python atau Java, dapat menurunkan hambatan teknis dalam memahami konsep automated testing.
Simulasi Lingkungan Industri: Memberikan simulasi nyata bagaimana pengujian dilakukan di industri, termasuk penggunaan alat seperti Git, CI/CD, dan framework testing populer.
Pelatihan Tambahan untuk Mahasiswa dengan Kemampuan Rendah: Sesi pendampingan atau pelatihan singkat bagi mahasiswa yang belum mahir pemrograman sebelum memasuki mata kuliah software testing.
***
Pengalaman dalam pemrograman memainkan peran penting dalam keberhasilan mahasiswa teknik informatika mempelajari pengujian otomatis. Mahasiswa dengan keterampilan coding yang baik cenderung lebih mudah memahami konsep, alat, dan praktik pengujian otomatis karena mereka sudah terbiasa dengan struktur logika program dan penulisan skripsi. Sebaliknya, mahasiswa dengan pengalaman programming yang minim seringkali mengalami kesulitan dalam memahami dan mengaplikasikan teknik pengujian, yang berdampak pada rendahnya efektivitas pembelajaran.
Oleh karena itu, institusi pendidikan perlu merancang kurikulum yang secara bertahap membekali mahasiswa dengan kemampuan pemrograman yang solid sebelum memperkenalkan konsep pengujian otomatis. Pendekatan berbasis proyek, integrasi antara coding dan testing sejak dini, serta pelatihan tambahan bagi mahasiswa dengan latar belakang pemrograman yang lemah, dapat menjadi strategi efektif untuk mengatasi kesenjangan ini. Dengan demikian, lulusan tidak hanya siap dari sisi teknis, tetapi juga memiliki mindset kualitas yang dibutuhkan dalam industri perangkat lunak modern.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI