Mohon tunggu...
Masrukhatun NajwaAzkia
Masrukhatun NajwaAzkia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa UPI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi Gender terhadap Perempuan

8 Desember 2021   21:57 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:03 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesetaraan Gender. (Sumber Ilustrasi : https://dp3a.semarangkota.go.id/)

Diskriminasi adalah suatu bentuk sikap dan perilaku yang melanggar hak asasi manusia (Ihromi, 2007:7). Diskriminasi ini merupakan pembatasan dan sikap yang membedakan antara suatu hal yang berbeda, hal ini dapat terjadi pada siapa saja. Menurut Echols dan Shadily (2005), gender yang secara etimologi berasal dari bahasa inggris "gender" memiliki arti jenis kelamin. Adapun arti lainnya yaitu sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 1996).

Muchdi (2001), menyatakan diskriminasi gender terwujudkan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, terutama pada perempuan. Diskriminasi gender merupakan pembedaan atau batasan terhadap gender, pada dasarnya diskriminasi gender ini adalah setiap hal pembedaan, ingkaran, dan pembatasan yang selalu ditekankan oleh masyarakat dengan dalih gender. Hal ini mengakibatkan adanya penolakan terhadap pengakuan keterlibatan, penolakan terhadap pelanggaran hak asasi atas persamaan atau kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan (Subhan, 2002).

Perwujudan diskriminasi gender yang menimpa perempuan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik secara langsung maupun tidak langsung. Diskriminasi secara langsung biasanya terjadi jika seseorang mendapat perlakuan berbeda oleh lingkungan sekitar, sedangkan diskriminasi secara tidak langsung dapat terjadi melalui peraturan yang berakibat pada jenis tertentu.

Diskriminasi gender menurut perspektif hak asasi manusia sudah tentu termasuk pada pelanggaran HAM, serta diskriminasi terhadap perempuan termasuk pelanggaran hak asasi perempuan, sehingga hal ini semakin memperkuat dibutuhkannya pemberdayaan perempuan supaya para perempuan dapat memperjuangkan apa yang menjadi haknya (Ihromi, 2006).

Adanya ketidakadilan karena diskriminasi gender terutama terhadap perempuan dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk, misalnya marginalisasi, subordinasi, dan stereotip atau labeling negatif sekaligus perlakuan diskriminatif.

Marginalisasi merupakan suatu sikap dan perilaku lingkungan atau masyarakat sekitar yang menyisihkan suatu gender tertentu, hal ini bisanya terjadi pada bidang ekonomi yang dikenal dengan peminggiran ekonomi, seperti adanya peristiwa perempuan kurang mendapat kesempatan dan tempat untuk memegang suatu jabatan dalam birokrasi.

Adapun subordinasi adalah lebih menomorduakan gender lain atau meyakini bahwa salah satu gender lebih diutamakan daripada gender yang lain, hal inilah yang menimbulkan adanya ketidaksetaraan, sempitnya ruang untuk berpendapat, dan hal lain yang mendorong terjadinya diskriminasi.

Kemudian stereotip yang menghasilkan ketidakadilan dan diskriminasi gender ini yaitu adanya pemberian tanda atau cap yang bersifat negatif pada seseorang, seperti adanya istilah bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah dan tidak bisa memimpin, sehingga standar penilaian terhadap perempuan lebih rendah daripada laki-laki, hal ini sudah tentu merupakan hal yang merugikan kaum perempuan.

Ketidakadilan dan diskriminasi gender terhadap perempuan juga seringkali menimbulkan adanya kekerasan terhadap perempuan baik secara seksual ataupun tidak. Kekerasan berbasis gender yang terjadi pada perempuan ini diakui sebagai suatu bentuk diskriminasi yang menghalangi perempuan untuk menikmati hak dan kebebasannya, hal ini juga mengacu pada posisi subordinasi perempuan karena keterkaitan yang mencerminkan kekuasaan laki-laki yang mendominasi.

Kekerasan terhadap perempuan juga banyak terjadi dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan pada ruang domestik dalam kurun waktu yang lama belum terlalu diakomodasi dengan peraturan perundang-undangan maupun sistem birokrasi pengadilan, hal ini menjadi salah satu penyebab kasus kekerasan dalam rumah tangga menjadi tersembunyi dalam perkara hukum keluarga seperti perkawinan dan perceraian (Irianto dan Cahyadi, 2008).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun