Ranselku terasa berat sungguh kali ini. Â Perlengkapan baju buat lamaran besok sudah siap semua. Stasiun Gambir, tumben sepi, tak seramai biasanya. Perasaanku agak tidak enak. Kulirik. Jam, Â masih cukup.waktu, jadual berangkat kereta eksekutif Argo Bromo masih satu jam lagi. Aman.
Tapi mataku tercekat, Â melihat pengumuman di papan pengumuman. "Hari ini tidak ada pemeberangkatan kereta jarak jauh, Â karena banjir ". Kaget aku. Perlu kereta alternatif
Kupikir kereta ekonomi Sancaka masih berani berangkat dari stasiun Pasar Senen, Â maka segera aku berlari, Â naik bajaj biru, Â melesat menuju Stasiun Pasar Senen. Tak lebih dari 15 menit, Â aku sudah sampai.Â
Sampai sana, Â terdengat suara. Perempuan di pengeras suara.
"Mohon Perhatian, Â semua jadual keberangkatan kereta jarak jauh, Â batal berangkat karena banjir, Â penumpang silakan menukar tiketnya di loket, Â akan kami ganti seratus persen !", alamak. Â
langkahku yang cepat seperti bangau hendak manuver terbang, jadi lunglai, Â seperti. Macan lesu lapar, seminggu tak lihat mangsa.
Lemas dan rusuh benakku, mengingat misiku melamar sang pujaan hati gagal hari ini, Â malamnya aku susah sekali tidur. Â Setelah berjuang meminum bergelas gelas susu hangat, Â akhirnya aku tertidur juga. Malam yang menyiksa.
 Paginya,  aku sudah mulai antre lagi di stasiun.hendak tes genose,  tes tiup,  apakah aku kena virus covid 19 atau tidak. setelah lelah menunggu,  hasilnya tak mengenakkan,  aku positif reaktif. Kesal sungguh aku,  lalu kugebrak meja perawat sekeras  kerasnya.
Brak !.
Tanpa kusadari aku mata gelap,  memgamuk, pasukan satpam meringkusku.  dan perawat yang memakai APD (Alat Pelindung Diri)  putih putih menggiringku masuk ke ambulans,  dan aku dibawa ke  Wisma Atlet,  diisolasi. Aduh.
Sri, Â Maafkan Aku, Â aku belum bisa pulang melamarmu, batinku sedih sekali, mulai banjir kangen karenamu.