Jendela menghamburkan serpihan kaca
Bola hitam putih ditendang anak tetangga
Jerujinya berubah menjadi raksasa
Ia mencoba murka
Tapi tak bisa
Tanpa air mata
Ia melewati ribuan cuaca
Bahkan ingin mencemburui kemboja bercengkerama
Apa hendak dikata
Begini sudah takdir diri, katanya
Pintu juga berulang kali berujar pendapat
Sering kali melihat orang-orang bejat
Yang terus menonjolkan maksiat
Bermanfaatkah jika aku menutupnya dengan rapat?
Atau membuka dengan hangat?
Ribuan kali dibuka-ditutup tanpa nikmat
Apa hendak dikata
Begini sudah takdir diri, katanya
HEY! Kamu mengulang keluhku
Sebab takdirku bukan takdirmu
Takdir kita tak akan pernah sama dalam setiap detiknya
Serpihan kaca ini terus meninggalkan luka
Meski daunku bisa menutupinya
Ingin aku pergi dan meninggalkan rumah ini tanpa jendela
Pintu hanya tersenyum, sinis
Hatinya juga teriris, tapi tak ingin menggubris
Sebab Magrib telah berlalu dengan manis
Marilah kita menutup dingin dengan sempurna
Membiar hangat merebak di rumah kita
Jangan berurai air mata
Tuhan masih mempersenjatai kita dengan doa
Pinta pintu dengan sederhana
Saufi Ginting
Rumah Azka, Kisaran