Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Dia 3 Lakon dalam Menulis Cerita

23 Januari 2022   06:36 Diperbarui: 23 Januari 2022   08:30 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media untuk menghasilkan tulisan, foto dokumen pribadi

Jujur, aku sudah lama sekali kepengen jadi penulis. Setidaknya menuliskan apa saja yang aku pikirkan dalam sebuah tulisan yang bagus. Katanya menulis itu adalah catatan sejarah, sehingga orang bisa mengingat meskipun raga sudah tak lagi di dunia. Atau bisa juga menjadi amal jariah, apabila tulisan itu memang menjadi inspirasi yang dapat mengubah hidup seseorang. Sebut saja misalnya ustadz Faudzil Adzim, yang tulisannya banyak sekali. Di antaranya perihal menjaga keluarga sampai ke surga.

Bayangkan bila apa yang dituliskan menjadi catatan baik bagi seseorang, menjadi panutan dan teladan baik bagi pembaca hingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Tere Liye pun yang seorang penulis novel, selalu berusaha menuliskan kebaikan atau ibrah baik yang bisa diambil pembaca. Tak pernah dalam tulisan novel-novelnya kisah pemabuk, perokok, penjudi, penzina. Ia menghindari itu. Karena baginya tulisan adalah dakwah.

Sementara aku, sampai hari ini belum bisa menciptakan amal jariahku sendiri melalui tulisan. Karena menulis ini sebenarnya bagian dari cita-citaku sejak dulu. Meski dalam menciptakan amal jariah itu ada berbagai macam caranya, tapi rasanya menciptakan amal jariah melalui tulisan rasanya kok sulit sekali.

Tadi pagi, pukul 6 lewat 5 WIB, aku baru saja menuliskan 1.000 kata di laptop. Sekarang pukul delapan lewat empat puluh tiga, aku menuliskan ceritaku di komputer. Setelah kulewati 1.000 kata, aku menyimpulkan bahwa menulis itu bukan meramal apa yang akan terjadi pada masa depan. Tapi menulis itu, apa yang sudah kita lakoni dalam kehidupan.

Proses lakon dalam kehidupan ini ada bermacam-macam, di antaranya kita memang menjalani kehidupan itu seperti selesai makan, mengendarai kendaraan, melihat pemandangan, naik kereta api, itu adalah lakon pertama yang dapat dituliskan dalam sebuah tulisan. Lakon kedua adalah apa yang orang alami tapi kita melihat dan merasakannya. Hingga kita bisa menuliskannya dalam bentuk tulisan.

Lakon ketiga yaitu apa yang sudah kita baca, mau novel, buku agama, atau buku pelajaran. Khusus lakon ketiga ini, sesungguhnya banyak orang yang kesulitan melakukannya, sebab lakon pertama dan kedua memang telah berjalan dan tetap akan berlangsung dalam kehidupan kita.

Lakon ketiga, untuk proses membaca orang masih sulit dan enggan untuk melakukannya. Termasuk aku. Intensitas membaca masih terbilang rendah, setelah membaca untuk memahami dan menceritakan ulang melalui lisan saja masih susah. Konon pula menceritakan dalam bentuk tulisan.

            Lakon ketiga ini adalah bagian terpenting untuk menciptakan sebuah cerita yang diluangkan dalam sebuah tulisan. Aku akan bisa menulis karena pernah dan sudah melihat contoh penulis-penulis dalam menulis bukunya.

 Begitu pula penulis buku-buku tersebut sanggup menulis karena ia sudah membaca ribuan buku penulis-penulis sebelumnya. Hingga secara teori sebenarnya menulis itu adalah kesinambungan -estafet- semakin banyak yang dibaca, semakin banyak yang ditulis, bukan sekedar semakin banyak yang dicakapkan.

Sebenarnya ketiga lakon ini, dalam teori lain juga bisa disebut membaca tekstual dan kontekstual. Tekstual artinya membaca apa yang sudah tercetak, seperti buku. Kontekstual artinya membaca apa saja dalam kehidupan seperti lakon pertama dan kedua yang kusebutkan tadi.

Tere Liye misalnya dalam sebuah pelatihan kepenulisan menjelaskan bahwa bertanya dan mendengar cerita dari orang-orang yang banyak pengalaman akan bisa dituliskan. Meski objek kita bukan memiliki pendidikan tinggi, tapi punya pengalaman tinggi. Tanya satu pertanyaan, dia akan menjawab seribu jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun