Mohon tunggu...
Nabila Hasnah
Nabila Hasnah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguatnya Politik Identitas di Indonesia

1 Mei 2019   11:36 Diperbarui: 1 Mei 2019   14:17 2893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara geneanologi, sejauh pengamatan dan persentuhan saya selama ini dengan berbagai gerakan islam di Indonesia, politik identitas yang ada di barat, terutama pada awal kemunculannya, berbeda dengan yang kita temukan di Indonesia. Di amerika serikat misalnya, secara substansif, polotik identitas di kaitkan oleh kepentingan anggota anggota sebuah kelompok social yang merasa di peras dan tersingkirkan oleh dominasi oleh arus besar dalam sebuah bangsa dan Negara. 

Arus politik identitas islam, terutama yang di gawangi oleh kelompok fundamentalis, paling tidak telah melahirkan tiga bentuk kekerasan. Pertama, kekerasan fisik seperti pengusaha, penutupan tempat ibadah, seperti gereja, masjid dan lain sebagainya maupun kekerasan yang mengandalkan secara fisik hingga menybabkan objek kekerasan itu menjadi terluka, trauma, maupun banyak yang terbunuh. 

Kedua, kekerasan simbolik, yang dapat berupa kekerasan semiotik seperti berbentuk tulisan tulisan atau ceramah cermah yang bernada melecehkan suatu agama. Ketiga, kekerasan structural, yang berbentuk kekerasan yang di lakukan oleh Negara, baik melalui perangkat hukum maupun apartnya sendiri. Untuk melihat kondisi dalam Negara kita yakni Negara Indonesia kalau di cermati secara mendalam, akan terlihat dari sisi historisnya bahwa kekerasan politik berbasis agama merupakan fenomena khas Orde Baru. 

Fakta ini sangat terlihat yakni diantaranya dari data Thomas Santoso yang menjelaskan bahwa pada orde lama hamper tidak ada kerusuhan berlatar belakang agama seperti dua rusakan gereja, pada kurun waktu 1945-1966, hanya terdapat dua gereja yang dirusak, itupun terjadi di daerah daerah yang mengalami gejolak politik dan keamanan bertalian dengan gerakan Darul Islam.

Akan tetapi, pada masa Orde Baru 1966-1998 tercatat tidak kurang dari 456 gereja di rusak, di tutup maupun diresolusi. Kebijakan orde baru yang represif  dengan pendekatan penyeragaman yang kental menimbulkan luapan bom waktu yang meledak tatkala kekuatan orde baru runtuh. Ledakan itu di antaranya berbentuk peneguhan kembali identitas identitas primordial, terutama dalam ranah agama dan etnis. Ini adalah sebab utama dan pertama dari gelombang tsunami politik identitas kemudian. A

da beberapa factor yang lain yakni di bukanya kran demokrasi pasca reformasi sehingga membuat hampir semua kelompok keagamaan maupun aliran kepercayaan bersuara, baik itu atas inisiatif sendiri maupun karena di dorong oleh pihak pihak lain. 

Menurut hasil investigasi ICRP (Indonesian Conference Religion and Peace),  yang masuk dalam kategori inisiatif sendiri diantaranya adalah ummat konghucu setelah di tekan pada masa Orde Baru, kini mereka mendapat ruang untuk tampil dan bahkan "dibela" oleh pemerintah, dengan menetapkan agama resmi Negara.

 Hal yang tak kalah pentingnya dalam mempengaruhi arus politik identitas terutama di kalangan umat islam adalah menguatnya fundamentalis agama. Gelombang islam transnasional yang membawa paham paham radikal membuat kelompok kelompok islam fundamentalis semakin mengukuhnya dirinya. Mereka lalu tak segan segan melakukan berbagai maneuver untuk menyingkirkan semua kelompok yang di anggap bebeda.

Politik identitas yang di bangun dan bermunculan di banyak wilayah di Indonesia memperlihatkan kecenderungan dua pola, yaitu positif dan negative atau bahkan destruktif. Untuk pola yang kedua tampak pada kelompok kelompok islam yang mengukuhkan identitas nya dengan menafikan, menyingkirkan, dan memberantas yang lain. 

Menarik dicermati, dalam prinsip tersebut, satu istilah mendominasi lainnya. Yang pertama di pandang terdepan, di unggulkan, di andalkan, di sanjung sanjung dan di takhtakan, sedangkan yang lainnya di rendahkan di pinggirkan, di lecehkan, dan di sampahkan. Yang satu di anggap sebagai pusat, prinsip dan titik tolak, sedangkan yang lainnya hanya di posisikan sebagai sampingan, marjinal atau pinggiran, bahkan musuh.

Akibatnya, muncul sebutan sesat yang di ucapkan berkali kali yang didasarkan kepada kelompok kelompok yang memiliki tafsir berbeda dari kelompok tafsir golongan fundamentalis. 

Dalam kerangka menegaskan identitas di tengah pluralitas keagamaan, logika universalitas dan keunikan yang dibangun di atas prinsip oposisi biner atau logika strategis dalam pendekatan atas agama-agama berakibat sangat fatal. Berbagai kasus kekerasan dan pemaksaanlah yang mengemuka. Dalam kondisi ini, semangat dan praktek pluralisme menemukan urgensinya.

 Pluralisme mengandung dalam dirinya semangat persaudaraan dan solidaritas yang kokoh di antara sesama manusia. Intinya seman gat persaudaraan dan persahabatan yang bisa ditemukan dalam ajaran setiap agama dan budaya, semangat yang sudah ada sejak dulu kala. Ia seperti Bhinneka Tunggal Ika, yang lahir untuk mempers atukan bangsa Indonesia.

 Pluralisme bukan nihilisme atau pun sinkretisme. Pluralisme yakni tidak berarti seseorang harus menanggalkan identitas keagamaan dan komitmennya terhadap agama tertentu. 

Pluralisme sebenarnya adalah perjumpaan komitmen untuk membangun hubungan yang satu dengan yang lain. Karena itu, fakta pluralitas tersebut baru dianggap berguna jika kelompok berbeda dalam hal agama, kepentingan politik, dan seterusnya sungguh-sungguh memiliki komitmen untuk berdialog dan bersinergi secara kuat membangun solidaritas serta aktif melakukan kerja-kerja positif dan konstruktif bagi kemanusiaan.

Dengan demikian, pluralisme tidak ingin melebur berbagai identitas yang ada, tetapi merangkai dengan berbagai identitas itu demi tujuan yang hakiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun