Mohon tunggu...
Lyfe

Memecahkan Kutukan Para Tetua

4 November 2016   10:25 Diperbarui: 4 November 2016   18:14 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi LIMURA

Siapa yang tak mengenal kecamatan muncar yang  ada di kabupaten banyuwangi, namanya sudah mulai mencul ke permukaan seiring dengan terkenalnya kabupaten banyuwangi akhir-akhir ini.

Kecamatan muncar  yang terkenal dengan ikannya yang melimpah ruah. Dimana muncar menjadi penghasil ikan terbesar di dunia setelah  bagan siapiapi yaitu daerah yang perada di profinsi  Riau yang  telah membuat indonesia menjadi exportir ikan terbesar  di dunia setelah Bergen salah satu  kota di Norwegia.

Hampir seluruh warga di Muncar berprofesi menjadi Nelayan. Bahkan beberapa sektor  lain yang berada di muncar juga bergantung pada hasil ikan. Seperti perdagangan misalnya. Karna sebagian besar bekerja sebagai nelayan, jika hasil ikan berkurang, maka sektor perdaganganpun juga ikut melemah.

Tidak hanya itu, muncar juga memiliki budaya yang tidak kalah menarik. Kami punya acara besar tahunan yang biasa kami sebut “Petik Laut”. Yaitu acara sebagai bentuk rasa syukur para nelayan kepada Allah terhadap laut yang telah memberika ikan yang melimpah.

Tapi ada sesuatu yang tersembunyi dibalik itu semua, sesuatu yang sudah mulai mengakar dan menjadi pola pikir yang salah. Karna ikan yang melimpah membuat banyak orang tua berpikir bahwa pendidikan tidak lagi penting. Toh, tanpa pendidikan semua masih bisa bertahan hidup dan berpenghasilan cukup.

Pola pikir inilah yg mengakar di daerah muncar, hingga beberapa dari kami tak bisa menentangnya, karna itu adalah ucapan para tetua. Sehingga banyak teman-teman kami mulai bolos sekolah dari tingkat dasar, dan berhenti sekolah setelah lulus sekolah menengah pertama, bukan karna kekurangan biaya, melainkan orang tua mereka mengajarkan mereka untuk belajar melaut pada anak laki lakinya. Tak perlu sekolah, jika melaut saja sudah bisa mendapat uang banyak. 

Sedang para gadisnya mereka dituntut untuk menjaga diri agar tetap cantik, hingga nanti di jodohkan dengan anak laki-laki yang sudah bisa mewarisi perahu milik ayahnya, dan bisa menahkodainya, sehingga anak laki-laki tadi telah memiliki penghasilan. Dan lulus tingkat SMA gadis tadi akan menikah dengan jodohnya. Begitulah pola pikir salah yang mengakar, dimana hanya beberapa dari kami yang berhasil menghindarinya. Pola pikir ini bagaikan kutukan bagi kami yang memiliki mimpi besar, kutukan bagi para gadis yg ingin menempuh pendidikan tinggi, karna mereka tak diizinkan pergi jauh dari rumahnya.

Hingga tahun 2010, muncar mengalami paceklik yang cukup panjang. Dimana ikan-ikan tak lagi bermunculan. Dan para nelayan menjadi pengangguran selama bertahun-tahun. Disinilah kegiatan ekonomi muncar sangat melemah. Bahkan bisa dikatakan merosot cukup jauh karna cukup banyak pengangguran. banyak para pemilik perahu besar yang mulai bangkrut, sedangkan para buruh nelayan mulai bingung kesana kemari untuk mencari pekerjaan lain, tak banyak dari mereka yg memiliki bakat lain selain melaut. karna tradisi yg telah mengakar tadi. hingga akhirnya banyak dari mereka berebut untuk menjadi buruh di pabrik-pabrik terdekat. da beberapa dari  mereka tetap pengangguran dan mejual hartanya satu persatu untuk tetap bertahan hidup. 

Maka lahirlah para cendekia atau pemikir dari kaum pemuda muncar yg merasa iba dengan kejadian ini. Dibantu dengan beberapa oknum-oknum masyarakat, kami mulai memperkenalkan pentingnya pendidikan, pentingnya belajar, pentingnya membaca. Dimana ilmu yang didapat nanti bisa membantu memperbaiki sesuatu yang telah rusak sekarang ini.

Perlahan tapi pasti, kami berjuang menghilangkan pola pikir yang salah ini, mencoba menanamkan pada adik-adik kami tentang pentingnya pendidikan. Melawan pola pikir para tetua yg membelenggu kami untuk meraih pendidikan.

#LIMURA (Literasi Muda Rasa)

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun