Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas, Trainer, Personal Coach, Terapist, Hipnoterapist, Pembicara, Online Marketer, Web Design

Praktisi Kehidupan, Kompasianer Brebes www.azizamin.net Founder MPC INDONESIA www.mpcindonesia.com WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Perlukah Anak Dihipnotis Biar Baik? (Bagian 1)

23 Mei 2018   10:09 Diperbarui: 24 Mei 2018   00:16 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (drjenniferoke.com)

Terkait dengan program kegiatan penulis tentang "KEJAR HYPNOPARENTING" sebuah kelas belajar bersama yang mempelajari bagaimana penggunaan / pengaplikasiaan keilmuan hypnosis untuk mendidik anak ( parenting ).

Ini memang menjadi bahasan menarik saat ini khususnya di Griya Hypnotherapy MPC yang berletak di Perumahan K1001 Pintu Pasarbatang -- Brebes, dimana beberapa kasus yang saat ini masih dalam penanganan terkait dengan kenakalan anak dan perubahan prilaku anak. Persoalan yang dianggap berat bagi orang tua adalah saat anak dianggap sudah berubah dari apa yang mereka harapkan, yaitu anak yang lucu, ceria dan penurut.

Sayangnya hal ini diera sekarang bukan persoalan yang sederhana semudah membalikkan telapak tangan, banyak sekali kasus yang dialami anak terkait perubahan prilaku dan kaitan dengan kenakalan sebenarnya tidak lepas dari sebuah pergeseran pola didik dan prilaku yang berkembang di masyarakat itu sendiri.

MELIHAT ANAK JAMAN DULU  

Melihat sejarah bagaimana kita yang hidup diera kelahiran tahun 60, 70 dan 80 maka tentu akan menjadi tidak selaras dengan anak -- anak yang lahir setelah generasi itu, bagaimana perkembangan tehnologi dan perkembangan sarana informasi, globalisasi maka tidak dapat dihindari menggeser banyak nilai -- nilai yang sebelumnya ada.

Jadi sangat wajar saar orang tua menggunakan pola asuh dan didik dengan memodel secara sempurna dimasanya dulu sangat tidak relevan dengan cara asuh dan didik dimasa sekarang. Hal ini lah yang seringkali menjadi titik awal persoalan gagalnya komunikasi dan tidak harmonisnya hubungan antara orang tua dengan anak.

Artinya orang tua dulu adalah anak -- anak pada masanya dan apapun yang ia pelajari dimasa lalu melihat, mendengar dan merasakan direkam dan ditularkan kepana anak jaman sekarang ( Kids Jaman Now ) maka hal ini yang menjadikana anak mengalami kebingungan berada pada persimpangan yang membuatnya berubah dan merubah prilakuknya.

ANAK JAMAN SEKARANG ( KIDS JAMAN NOW )

" Kids jaman Now "  tepatnya kapan kalimat itu lahir dan dicuatkan oleh siapa ?, penulis jujur tidak begitu mengerti dan tidak memiliki ketertarikan mencari infonya sekarang, maka lebih fokus pada kondisi yang lagi rame di griya hypnotherapy terkait kasus anak.

Kenyataannya bahwa anak adalah mahluk yang sangat ulung ( piawai / mahir ) meniru, atau memodel dan mencontoh dari apa yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan. Berbada dengan anak jaman dulu yang hanya melihat sekitaran rumah, bermain dengan anak sekitaran kampung, dan melihatnya bagaimana orang tua nya beraktifitas, beribadah dll, tentu hal itu yang terekam jelas dalam pikiran bawah sadar terkait aktifitas kearifan lokal ( ora neko -- neko ).

Minimnya sarana telakomunikasi dan tehnologi informasi seperti belum adanya televisi, radio, internet dll, menjadikan anak jaman dulu tidak berinteraksi dengan dunia luar kecuali terkait dengan kearifan lokal dimana ia tinggal.

PROGRAM DASAR PIKIRAN

Itu semua yang diulas diatas diduga mejadi salah satu dari sekian banyak hal yang menyebabkan anak menjadi seperti yang banyak dikeluhkan, yaitu anak yang nakal, anak yang malas, anak yang pembangkang dan banyak hal yang selayaknya dan semestinya tidak tepat dilebelkan pada anak.

Sayangnya orang tua dalam kondisi seerti ini sebenarnya tidak sadar telah memberikan lebel, catatan yang lebel atau catatan tersebut adaah menjadi program pikiran bawah sadar anak sehingga anak makin menjadi melakukan hal tersebut seperti menjadi nakal, mbangkang, malas dll.

Hal tersebut muncul manakala orang tua membandingkan pola anak jaman dulu dan jaman sekarang, artinya kalau anak dulu lebih menghormati orang tua dan mau mendengarkan apa kata orang tua dan anak sekarang relatif tidak ( biasanya dianalisa ) ini semua karena makin fariatif informasi dan interaksi anak jaman sekarang dengan dunia luar dari televisi dan internet.

Alih alih mencari penyelesaian persoalan ini dan memperbaiki komunikasi dengan anak, mendengarkan apa keinginan anak, kadang orang tua justru enggan untuk merangkul anak biar berubah, orang tua terjebak pada ego sebagai orang tua dengan terlalu besar menuntut anak menjadi dewasa untuk memahami isi kepala orang tua.

Ketika anak tidak menemukan kenyamanan, dan titik temu dari gejolak pikirannya, seringkali anak akan mencarinya diluar keluarga, baik dari teman -- temannya maupun dengan mencari komunitas atau teman di sosial media yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan nya bisa dimengerti dan diterima.

Makin mudahnya akses internet, dan perkembanga tehnologi, maka anak akan sangat mudah mengakses informasi apapun bahkan yang belum pada waktunya, tentu ini menjadikan anak makin tenggelam mencari apa yang dimaknai sebagai kepedulian dan kasih sayang.

LEBEL ORANG TUA BAGI ANAK

Saat seperti ini anak biasanya akan mulai memiliki lebel seperti apa orang tuanya dengan melihat bagaimana orang tua memberikan anak lebel, hal ini menjadi sangat sempurna penderitaan dan peperangan tak berkesudahan, antara keduanya, orang tua dibuat menangis oleh anak dan anak dibuat menangis oleh orang tua.

" Pertanyaannya adalah : Apakah anak akan mendapat ridho orang tua ? atau Apakah orang tua akan meridhoi anak ? "

Kenapa saya bahas ridho, hal ini terkait dengan bahwa dalam keyakinan saya sebagai muslim, bahwa ridho Allah Ta'ala itu tergantung seberapa ridho orang tua, maka bagaimana anak akan sukses, tumbuh dan berkembang menjadi anak yang membanggakan kalau sebagai orang tua tidak memberikan maaf dan ridho atas anak -- anaknya.

Bagaimana anak akan menjadi anak yang sesuai harapan kalau sementara lebel yang diberikan adalah lebel yang negatif, yang menjadikan do'a dan prasangka atas apa anaknya kelak.

DUA DUNIA

Abaikan semuanya sekarang, bila kita mau berfikir tenang dan dingin, coba perhatikan bagaimana pada awalnya anda sebagai orang tua berdo'a, memohon diberikan buah cinta dan diberikan keturunan, do'a yang serius tentunya untuk dianugrahkan anak yang baik, anak yang sholeh dan sholehah.

Allah ta'ala kabulkan dengan lahirnya anak -- anak anda, dengan bahagia anda menyambut mereka dengan suka cita anda bergembira, "ingatkah itu ?"

Ingatkah bagaimana anak membuat anda bahagia, ia meniruka senyum anda, ia menirukan gerakan anda dan ia menangis seperti mampu berkomunikasi dengan anda, dimana anda tahu betul kapan ia pipis, kapan ia lapar dan kapan ia kepanasan hanya dari tangisnya yang seorang tak berirama. "Ingatkah itu ?" 

ANAK ITU AMANAH, BUKAN ASET !!!

Saya selalu bilang berulang kali pada orang tua yang datang ke griya hypnotherapy MPC, dari sekian banyak mereka yang datang kebanyakan diantaranya menganggap "anak adalah aset". Ini bukan masalah benar atau salah tapi ini soal rasa dalam kita mendidik dan membesarkan anak.

Banyak kasus yang menjadikan anak sebagai aset ia akan melakukan banyak hal biar anak menjadi sesuatu yang sekiranya bisa membanggakan diri orang tua, harus berprestasi, harus unggul, harus juara dll

Menariknya bila dalam penyampaiannya tidak hati -- hati anak merasa dalam keadaan yang tertekan dan relatif anti sosial ( walau tidak semuanya ), tapi kenyataannya kalau nggak hati -- hati dan berimbang seringkali anak dalam kondisi ini, saat jatuh dan gagal maka akan memiliki perasaan trauma yang sangat dalam, emosinya akan tidak stabil, dan tidak mudah bangkit.

Hilangnya masa bermainnya menjadikan ia akan terganggu, belum lagi sikap orang tua sering dianggap sebagai sosok orang tua yang berbeda dengan orang tua temannya. Saat anak mulai menemukan dunianya dengan teman sebayanya ia mulai membandingkan dengan orang tua lainnya, koneksi internet menjadikan anak kaya informasi, dan orang tua menganggap anak mulai berubah.

Hal ini yang seringkali mengawali orang tua cemas dan memberikan lebel anak sebagai pembangkang, nakal dan hal lain yang negatif lainnya.

-------------------------------- Anak itu amanah, artinya anda hanya dipercaya oleh Allah ta'ala untuk merawat dan mendidik serta membesarkan anak, selebihya Allah telah cukupkan dan siapkan semuanya, aturannya udah jelas dalam kitab suci Al Qur'an dan Hadist.

Orang tua tugasnya mendidik dan membimbing, mengarahkan ia biar menjadi seperti apa, dengan mengenalkan bagaimana alur hidup, bagaimana bertumbuh dan menjadi dewasa.

JEMBATAN ITU KOMUNIKASI

Sekali lagi ini soal persepsi bahwa antara anak dan orang tua sebenarnya berada dalam dunia masing -- masing, anak berada dalam kerangka pikir anak atau dunianya anak, dunia bermain dan tertawa bahagia menikmati masanya.

Sementara orang tua berada dalam kerangka pikir dunia orang tua yang penuh dengan analisa dan perhitungan yang matang dimasa depan dan relatif serius. Sayangnya orang tua jaman sekarang, tidak hanya berinteraksi dan berurusan dengan karir, pekerjaan saja, tapi termasuk dengan dunia maya (Internet, sosial media dll ), sedikit banyak mempengaruhi pola pikir dan respon emosinya, sehingga waktu spesial yang harusnya cukup dengan anak justru tidak optimal.

Tentu ini bukan persoalan yang mudah di era sekarang, karena anak berada dalam dunianya dengan komunitasnya di dunia nyata maupun sosial media, orang tua juga demikian adanya, dan seringkali orang tua lupa kalau dunia orang tua dan anak beda, orang tua terlalu memaksakan anak berfikir dan memahami keinginan orang tua.

Dan si anak juga tidak tahu bagaimana masuk ke dunia orang tua, karena ia berada dalam rentan waktu pola pikir dunia anak, sehingga anak kadang menuntut orang tua untuk masuk dunia anak memahami dan mengerti apa keinginan si anak.

Hal ini menjadi kesenjangan dua dunia, antara dunia anak dan dunia orang tua yang mana letak utama kesenjangan itu adalah tidak adanya jembantan penghubung yang menghubungkan keduanya, dan jembatan itu adalah Komunikasi.

" Bagaimana komunikasi yang menghipnotis ?, bagaimana jembatan komunikasi yang efektif bisa menjadikan jembatan penghubung antara dunia anak dan orang tua ? " nantikan ulasan pada bagian ke dua yah, saya akan kupas apa memang perlu anak dihipnotis ?

Ok, semoga manfaat

Aziz Amin | Kompasianer Brebes
Trainer & Hypotherapist MPC School of Hypnotism
WA : 085742201850

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun