Muhammad Darwis, atau yang biasa kita kenal dengan nama tokoh K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang Pahlawan Nasional yang telah mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah. Beliau merupakan putra dari seorang Ulama' terkemuka di Yogyakarta, K.H Abu Bakar. Muhammad Darwis Lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868.
Pada awal abad ke-20, di Indonesia masih sangat minim ditemukan ulama' terkemuka yang sangat memperhatikan kepentingan perempuan. Karena pada masa itu perempuan belum sepenuhnya memiliki hak-hak suara yang bisa didengarkan untuk di emansipasi, selain itu kesetaraan jender atau feminisme belum cukup berkembang di tanah air.
Perempuan hanya dianggap sebagai Kanca Wingking yang hanya bertugas untuk mengurusi dan memenuhi kebutuhan domistik keluarga dirumah. Hal tersebut merupakan akibat dari kurangnya pemahaman umat muslim nusantara terhadap ajaran Islam yang murni, yang bersumber dari Al-Qur'an.
Selain itu pengaruh agama-agama sebelum Islam datang serta kedatangan penjajah kolonial Belanda pada saat itu semakin memperkuat masyarakat tanah air untuk menganggap perempuan itu lemah dan tidak bermanfaat. Mereka menganggap bahwasanya hanya laki-laki saja yang mampu memberikan manfaat dan mampu melakukan segala hal.
Oleh karena hal-hal tersebut, Ahmad Dahlan menjadi salah seorang pahlawan Indonesia dan ulama' Islam yang berusaha untuk dapat menempatkan posisi perempuan agar setara dengan kaum pria meskipun dengan tugas serta fitrah yang berbeda dari Allah SWT.
Minimnya aspirasi dari kaum wanita pada masa itu sangat terlihat pada jumlah pendakwah atau muballighah dari kaum perempuan yang sedikit. Namun sejak Ahmad Dahlan mendirikan organisasi khusus untuk kaum perempuan yang diberi nama Aisyiyah bersama istrinya, Siti Walidah, terjadi gebrakan baru dimana semakin berkembang pesatnya jumlah pendakwah dan muballighah dari kaum perempuan pada masa itu.
Organisasi Aisyiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 19 Mei 1917, sebagai wadah pergerakan perempuan Muhammadiyah serta menjadi tangan kanan Muhammadiyah untuk merespon isu-isu perempuan sekaligus memberdayakannya melalui banyak jalur. Diantara jalur-jalur yang ditempuh adalah dalam bidang pendidikan, pelayanan sosial, dan lain sebagainya.
Keberhasilan organisasi Aisyiyah dalam mengembangkan tugasnya terlihat pada tahun 1938, dimana organisasi tersebut telah melahirkan kurang lebih 2000 muballighah dan mengelola banyak sekolah perempuan. Selain itu, Aisyiyah juga telah berperan penting dalam bidang ekonomi, peran tersebut dibuktikan dengan berdirinya Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Bukan hanya pendidikan dan ekonomi, dari bidang kesehatan Aisyiyah berhasil memiliki rumah sakit bersalin, dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan pribadinya, K.H. Ahmad Dahlan merupakan pelaku poligami, walaupun yang bertahan hingga akhir khayatnya adalah Siti Walidah. Selain Siti Walidah, tiga perempuan lain yang pernah dinikahi oleh Ahmad Dahlan antara lain:
- Ray Soetidjah Windyaningrum
- Nyai Rum
- Nyai Aisyah
Praktik poligami yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan bukan hanya sekedar ego atau nafsu semata, akan tetapi alasan dasar dilakukannya poligami tersebut atas pertimbangan yang sangat matang semata-mata untuk berdakwah, memuliakan dan menghargai perempuan. Hal tersebut diklarifikasi oleh Widyastuti (generasi ketiga Ahmad Dahlan dari Siti Walidah) dari karya tulisnya yang berjudul "Kenangan Keluarga Terhadap KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan (2010)".