Mohon tunggu...
Azizah Nur Azhari
Azizah Nur Azhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - as a student | communication `20

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga | 20107030027

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Shopaholic, Hanya Sekadar Hobi Belanja atau Persoalan Mental?

23 Juni 2021   09:45 Diperbarui: 27 Juni 2021   09:40 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang kecanduan berbelanja alias shopaholic. Sumber: Pixabay via Kompas.com

Semakin berkembangnya teknologi, perbelanjaan online juga ikut mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini semakin mendukung dan mempermudah shopaholic untuk menyembunyikan perbelanjaannya. Seorang shopaholic juga lebih cenderung membeli sesuatu yang diinginkannya secara sendiri dibanding membuat dirinya malu ketika berbelanja bersama orang lain.

6. Kesulitan dalam mengolah keuangan

Masalah keuangan akan muncul akibat dari belanja yang tidak terkontrol. Seorang shopaholic tidak akan bisa menghentikan pengeluaran dan akan tetap menghabiskan lebih banyak uang untuk belanja, hal ini bahkan bisa membuka peluang untuk melakukan utang-piutang.

Sebenarnya, mereka sadar jika mempunyai masalah ekonomi, terutama yang berkaitan dengan utang yang menggunung. Namun, semua itu tidak menghalangi mereka untuk tetap berbelanja.

Meski telah berniat untuk hemat, mereka kerap kali tidak bisa mengendalikan diri untuk belanja, apalagi jika sudah terjebak rayuan sales atau tenaga penjual.

Gangguan mental karena shopaholic ini termasuk dalam penyimpangan obsesif komplusif. Penyimpangan yang terjadi karena pikiran obsesif, yaitu dimana pikiran yang selalu berulang-ulang membayangi seseorang untuk melakukan sesuatu.

Perilaku komplusif ini dilakukan sebagai bentuk untuk mengurangi kecemasan yang muncul dari pemikirannya sendiri, jika tidak dilakukan membuat penderita merasa tersiksa dan akan mengalami gangguan mental.

Namun, tidak perlu khawatir lagi, melalui penanganan yang tepat dengan bantuan terapi oleh psikolog atau psikiater, seorang penderita shopaholic  akan dapat sembuh dan berpikir secara normal lagi.

Selain rutin melakukan terapi, beberapa cara berikut dapat dilakukan sebagai upaya lanjutan dalam menghilangkan kebiasaan buruk shopaholic. 

  • Membiasakan diri untuk mengatur keuangan dengan cara menyusun budget dan membuat daftar belanja sesuai dengan kemampuan kita. Dengan menentukan anggaran belanja daan mengusahakan untuk membawa uang pas dapat menghindari kita untuk membeli sesuatu yang tidak diinginkan.
  • Belajar untuk membatasi aktivitas di sosial media, dan menghindari masuk ke dalam mall jika tidak ada keperluan. Sebaiknya jika berpergian, fokus terhadap satu tempat yang menjual produk pokok saja.
  • Menjauhi lingkungan yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi shopaholic, seperti berkumpul dengan orang-orang yang hobi berbelanja. Untuk menjauhi lingkungan ini, bisa dilakukan dengan menyibukkan diri pada kegiatan-kegiatan positif.
  • Dukungan dari keluarga juga sangat diperlukan untuk bisa sembuh dari kecanduan berbelanja ini. Jika perlu, ketika hendak pergi belanja kamu bisa mengajak orang yang bisa mengingatkan ketika kamu mulai keluar dari list perbelanjaan yang direncanakan sebelumnya.
  • Bergabung dalam aktivitas amal juga sangat penting. Sehingga barang-barang yang tidak dibutuhkan bisa tersalurkan pada orang yang tepat. Selain itu, dengan bertemu orang orang yang "kurang beruntung", dapat menyadarkan pentingnya berbelanja dengan bijak.

Perlu diingat, bahwa shopaholic ini merupakan kebiasaan buruk yang harus dihindari. Jangan dijadikan ajang kompetisi dalam berbelanja. Kecanduan ini bahkan bisa menjadi penyakit kejiwaan yang menghancurkan masa depan diri sendiri dan keluarga. Mulailah membiasakan diri untuk berbelanja seperlunya saja dengan menyusun anggaran belanja sesuai dengan kemampuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun