Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tega, Ibu Kandung Buang Anaknya, Ayah Malah Dukung

29 Desember 2019   08:46 Diperbarui: 29 Desember 2019   08:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta orangtua terhadap anaknya melebihi cintanya pada diri sendiri. terlebih naluri seorang ibu yang telah 9 bulan mengandung penuh lika-liku hingga proses persalinan pun perjuangan berat bertaruh nyawa mengiringi meski proses persalinan menggunakan sesar namun semata-mata mengambil jalan terbaik atas pertimbangan medis demi menyelamatkan kedua nyawa.selama 2 tahun proses pemberian ASI atau hingga masa tertentu.

Tidak sedikit pula yang harus menambah perjuangan agar dapat mengeluarkan ASI subur dan berkualitas, ada juga yang malah tidak dapat memberikan ASI karena faktor medis atau lainnya sehingga harus menambah lagi perjuangan agar memiliki alternatif dan solusi lain demi sang buah hati tercinta.

Proses demi proses dilalui terkadang tanpa hiraukan perih letih demi memberikan yang terbaik bagi sangat buah hati hingga tak berbatas ruang dan waktu.

Beberapa waktu kemudian, saat anak udah besar justru malah "dibuang" ke pesantren. bahkan ada yang masih usia Sekolah Dasar. naluri orangtua pasti sangat berat hati campur aduk antara cinta dengan pendidikan untuk bekal masa depan anak kelak. Orangtua yang berhati nurani pasti tak ada satupun yang tega berpisah dengan sang buah hati tercintanya meski hanya beberapa waktu.

ilustrasi, bocah main //dokpri
ilustrasi, bocah main //dokpri
Namun, adakalanya orangtua justru mengorbankan cintanya untuk tega dan berpisah sementara dengan anaknya dalam fase masa pendidikan, hancur berkeping batin menangis saat menitipkan anaknya ke pesantren disaat sang anak sedang butuh kasih sayang orangtuanya, hasrat hati berkecamuk antara urungkan niat titipkan anak ke pesantren atau tega berpisah?

Disaat orangtua memilih lanjut berpisah dari situlah hari demi hari hati orangtua berasa disayat sembilu, hampa, rindu, kangen, begitupun dengan anaknya yang harus menjalani kehidupan tanpa orangtua disisinya.

Pertama kali terlintas dalam pikiran sang anak adalah "tega" karena merasa telah dibuang oleh ibunya yang justru ayahnya malah mendukung. Hasrat anak ingin berontak sekuat tenaga namun tak kuasa, rayuan cinta, bujukan penguatan kasih sayang dari ibu dan ayahnya seolah tak berlaku, hanya deraian airmata dan ratapan kesedihan yang didapat.

Tekad orangtua sudah bulat untuk menitipkan anaknya ke pesantren. lanjut perjuangan sang anak dimulai saat memasuki kehidupan baru dilingkungan asing terlebih saat usia belia. penyesuaian diri dengan lingkungan pesantren bukanlah proses mudah, karena berbagai latar belakang teman-teman yang multi watak.

Berpisah dengan anaknya yang dititipkan ke pesantren  hanya sebuah contoh dan bukanlah satu-satunya cara, ada banyak yang berpisah karena sistem pendidikan lainnya dan tinggal di asrama siswa dalam masa pendidikan tertentu.

Pesan moral :
"adakalanya bukti cinta itu harus tega, agar tidak manja atau cengeng, mandiri, jiwa tangguh. meski pahit namun manis dikemudian hari. tentu saja sangat tidak dianjurkan ada paksaan, karena setiap anak tidak akan sama dari sisi kesiapan batin dan mentalnya".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun