Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleransi Tanpa Basa-Basi

3 Januari 2021   13:43 Diperbarui: 3 Januari 2021   13:56 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ini Kementerian Agama genap berusia 75 tahun, sejak resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Tujuh puluh lima tahun tentu bukanlah umur yang muda lagi. Bisa dibayangkan bahwa Kemenag ibarat seorang kakek yang sudah sepuh, lanjut usia dan rentan terhadap penyakit. Namun, di usianya yang semakin renta, dia dituntut untuk bijaksana dan tetap bersahaja. Terus berbuat dan berkhidmat untuk umat.

Hari Amal Bakti Kementerian Agama tahun ini mengusung tema Indonesia Rukun. Tema yang "Indonesia banget". Sebagaimana kita simak syair-syair lagu tentang Indonesia yang selalu digambarkan dengan negeri yang damai, masyarakatnya guyub rukun, perilakunya sopan dan santun serta penduduknya ramah dalam pergaulan. Tentu saja ini bukan isapan jempol. Namun benar-benar menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia.

Berbincang tentang kerukunan, kita tidak bisa terlepas dari Tri Kerukunan Umat Beragama. Ada tiga nilai dalam Tri Kerukunan ini, yakni Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama dan Kerukunan umat beragama dengan pemerintah. 

Pelajaran yang saya peroleh sejak pertama saya resmi menjadi bagian dari ASN Kementerian Agama yang saat itu masih Departemen Agama. Slogan ini senantiasa diusung sebagai alarm bagi kami dan seluruh bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat beragama untuk selalu menjaga kerukunan di tengah perbedaan.

Kerukunan merupakan kata turunan dari rukun. Istilah rukun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna baik dan damai, tidak bertengkar. KBBI juga mengartikan rukun dengan bersatu hati, bersepakat. Makna yang sangat dalam dan tentu akan menjadi indah apabila hal itu benar-benar terwujud.

Saya jadi teringat masa-masa saya duduk di bangku Sekolah Dasar di sebuah dusun yang cukup jauh dari kota. SD Inpres saat itu kami menyebutnya. Tinggal dan bersekolah di lingkungan pedesaan, kami belum terbiasa dengan perbedaan. Terutama berbeda agama. Namun, ternyata di SD kami ada satu siswa pemeluk agama yang tidak umumnya saat itu. 

Selama ini yang ada di sekolah kami hanyalah Islam. Dan dia di kelas saya. Namanya Yustina Suswati. Sesaat kami heran, merasa asing, kepo, tanya-tanya,"kok bisa". Namun seiring waktu berjalan kamipun menjadi terbiasa dengan perbedaan. Bermain bersama, belajar bersama bahkan saling mengunjungi. Kami saling menghormati dan hidup rukun. Seolah tidak ada yang berbeda di antara kami.

Tentu kita semua ingat pada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Salah satu pelajaran yang mengajarkan pada kami bagaimana mengamalkan Pancasila yang sebenarnya. Selain secara teori kami dituntut untuk hafal butir-butir Pancasila, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) dan banyak materi yang lain, kami juga diajar untuk menerapkan dalam kehidupan kami sehari-hari. Hidup rukun dalam perbedaan, bertoleransi, tanpa harus mencampuri.

Beranjak dewasa, tuntutan bertoleransipun semakin luas karena pergaulanpun bertambah luas. Kota Muntilan sebagai salah satu icon keberagaman khususnya Islam --Katolik merupakan kebanggaan bagi kami. 

Betapa indahnya, sebuah kampung muslim berjuluk Kauman, sebagai kantong umat Islam dengan masjid, pesantren dan sekolah Islamnya bersanding dengan kompleks Katolik dengan gereja lengkap dengan kompleks perguruan katoliknya. 

Begitu damainya ketika umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha yang digelar di lapangan milik Pemda yang dikenal dengan sebutan Lapangan Paturan tepat di depan gereja. Apakah kami merasa terganggu dan membutuhkan pengamanan yang ketat? Tidak, sama sekali tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun