Tradisi membaca dan budaya literasi kian mengendor di kalangan mahasiswa. Maka semua pihak, patut melakukan antisipasi terhadap gejala ini. Karena dampaknya, budaya menulis pun di kalangan mahasiswa pun akan lebih rendah lagi.
Dominasi gawai atau gadget di mahasiswa pun, kini bisa dilihat dari pemandangan di lingkungan kampus yang lebih banyak terlihat mahasiswa sedang bermain gawai daripada membaca buku atau berdiskusi. Di kampus, makin jarang mahasiswa yang nongkrong sambil membaca buku atau berdiskusi. Bahkan mungkin, perpustakaan pun mulai sepi. Kecuali mahasiswa yang sedang punya kepentingan menulis skripsi atau tugas kuliah.
Kampus hari ini tidak sesakral dulu.
Tradisi membaca langka, perilaku menulis pun hanya prasangka. Membaca dan menulis di kalngan mahasiswa muali luntur. Bila tidak mau dianggap punah. Gaya hidup masyarakat kampus pun mulai berubah. Chating di gawai dan main game online sudah intervensi ke kampus. Berkat gawai, semua serba instan. Tinggal googling lalu copy paste, maka jadilah semua yang diinginkan mahasiswa.
Teknologi boleh makin maju. Tapi itu semua tidak menjamin budaya literasi di Indonesia makin baik. Orang makin intelektual belum tentu menjamin budaya literasi makin tinggi. Orang makin kaya pun belum tentu makin peduli pada budaya literasi. Justri di era digital dan revolusi industry inilah, makin banyak orang Indonesia yang malas membaca, makin malas menulis. Maka wajar, budaya literasi di Indonesia makin dikebiri, kian terpinggirkan.
Maka saatnya, masyarakat kampus berhati-hati. Gaya hidup gawai atau gadget telah merasuk di kalangan mahasiswa. Tradisi membaca di kampus mulai tergerus. Jangan sampai tradisi membaca "hilang" dari kampus. Agar tetap tegak budaya jujur di insan akademis. seperti "mulut yang diciptakan di depan agar tidak berbicara di belakang". Maka penting, tradisi membaca dan menulis; masyarakat kampus yang literat.