Mohon tunggu...
Azhar Nasih
Azhar Nasih Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Pengamat pendidikan dan praktisi bisnis (newbie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom Waktu Si Kotak Ajaib

2 Mei 2016   11:32 Diperbarui: 1 Januari 2021   18:09 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bom Waktu Si Kotak Ajaib

Adikku saat ini memiliki hobi unik, senang menirukan aksi perkelahian yang terdapat didalam film-film aksi atau tayangan televisi. Fenomena tersebut tidak asing dikalangan anak-anak zaman sekarang. Komersialisasi siaran televisi menjadi cikal bakal produksi tayangan bobrok yang meracuni siapa saja yang menontonnya. Televisi dengan pengaruhnya yang begitu besar, akan berbahaya apabila menampilkan tayangan negatif karena dapat mempengaruhi paradigma bangsa ini menjadi bangsa yang buruk.

Hanya ada dua pilihan bijak, “Matikan televisi atau pilih tayangan bermutu!”. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) harus tegas bersikap tanpa pandang bulu demi utuhnya negeri ini. Bila penyiaran televisi tidak mendapat perhatian serius, saya yakin hal ini akan menjadi bom waktu bagi bangsa kita. Lama-kelamaan jika dibiarkan akan membawa ledakan kehancuran. Kita harus meredam ledakannya, bahkan mematikan bom waktu yang kian berjalan mundur!

Bom Waktu Si Kotak Ajaib

“Ciat.. ciat …” bergaya seperti superhero dengan sehelai kain bak sayap yang bergelantungan dipunggungnya, adikku memukul dan menendang sekenanya. Tak ayal aku langsung menangkis dan memiting tubuhnya. Walaupun sudah kukunci erat, adikku memberontak dan berusaha lepas. Hingga akhirnya dia menghentikan aksinya ketika musuhnya (aku) bersedia memohon ampun dihadapannya. Sambil bergaya bak pahlawan yang menang perang, adikku hengkang dari hadapanku. Adikku saat ini memiliki hobi unik, senang menirukan aksi perkelahian yang terdapat didalam film-film aksi atau tayangan televisi.

Fenomena tersebut tidak asing dikalangan anak-anak zaman sekarang. Tak jarang gurauan yang awalnya hanya menirukan gaya petarung di televisi lama kelamaan bisa menjadi perkelahian yang sebenarnya. Bukan hanya soal menirukan gaya petarung, apapun yang terlihat menarik bagi anak-anak, ditirukannya dengan bangga. Suatu ketika saya kaget mendengar berita seorang anak nekat terjun dari lantai 53 sebuah gedung apartemen karena menirukan Superman yang bisa terbang. Anak itu bernama Connor berusia 4,5 tahun, seorang anak gitaris terkenal Eric Clipton.

Fenomena lain yang tak kalah menariknya, tidak sedikit orang tua sekarang yang bangga ketika anaknya yang masih belia dapat menirukan apa yang ditayangkan televisi. Hal tersebut saya rasakan sendiri lewat obrolan tetangga. Contohnya orang tua yang bangga ketika balita laki-lakinya pandai menirukan gaya-gaya personel girl band Cherybelle. Apa jadinya ketika dewasa, saat belia disuguhkan hal-hal yang bisa jadi membuat dia memiliki perilaku feminim padahal dirinya seorang laki-laki.

Televisi yang dibuat pertama kali pada tahun 1923 memberikan perubahan yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Informasi dari belahan dunia manapun dapat diakses dengan mudah melalui televisi, terlebih ketika sudah didukung teknologi parabola atau terhubung satelit. Rumah keluarga saya merupakan salah satu dari sekian juta rumah yang memiliki televisi dengan menggunakan jasa saluran berbayar. Ratusan program televisi dapat diakses melalui jaringan tersebut. Hal ini membuat siapa saja akan lebih betah untuk berlama lama didepan televisi melihat berbagai program tayangan menarik mata dari seluruh dunia.

Adik saya salah satu dari sekian banyak anak yang setiap harinya seringkali berasyik ria dengan televisi. Sekali melihat tayangan televisi terutama kartun, maka tak ubahnya seperti patung yang serius menatap layar kaca. Ketika sudah terjebak dengan hipnotis televisi, untuk makan, mandi atau mengikuti perintah orang tua sangat susah. Perintah untuk menjalankan ibadah shalatpun begitu susah dijalankannya ketika sudah asyik dengan televisi. Usianya sudah menginjak 9 tahun, seperti halnya anak-anak pada umumnya yang suka bermain. Tetapi bila sudah didepan televisi, ajakan temannya untuk bermain di luar rumah sering diabaikan, hal ini bisa membuat dia pasif sosial.

Hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh adik saya, tidak sedikit dari anak-anak sekarang, terutama yang hidup dikawasan kota terjebak dalam dunia yang disajikan oleh televisi. Bahkan menurut UNICEF anak-anak Indonesia menghabiskan hampir sekitar 5 jam di depan televisi setiap harinya. Dua kali lipat daripada yang disarankan UNICEF bagi kesehatan mental dan fisik anak.

Melihat fakta yang lekat disekitar, dampak tayangan televisi pada umumnya memberikan arus negatif. Perlahan tapi pasti meracuni pikiran yang menontonnya. Bayangkan, jika seorang anak yang memiliki rasa keingintahuan tinggi menonton tayangan-tayangan kekerasan setiap harinya. Bila berungkali terekam dalam pikiran akan menjadi sebuah gagasan atau ideologi dalam hidupnya. Ketika ideologi itu semakin distimulus, otomatis akan melahirkan sikap atau kebiasaan. Contohnya saja kasus si anak ‘Superman’, dengan polos menganggap dirinya seorang superhero yang bisa terbang, karena stimulus yang diberikan televisi menghasilkan sikap keyakinan kepada dirinya sebagai Superman.

Akibat Perbuatan si “Kotak Ajaib”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun