Menata dan Meregulasi  Parkir Liar Di Jakarta.
Beberapa hari lalu saya melewati kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Lalu lintas saat itu sekitar jam 19.00 wib berjalan sangat lambat sangat macet. Perlahan berjalan, akhirnya saya bisa melewati kepadatan dan kemacetan lalu kawasan Lapangan Banteng. Saat melalui kawasan tersebut, terlihat jelas setengah badan jalan dipenuhi dan dikuasai oleh parkir kendaraan pengunjung kegiatan di Taman Lapangan Banteng. Parkir kendaraan terlihat disusun dalam dua baris mobil dan empat baris sepeda motor memadati jalan. Terlihat juga ada petugas dan mobil derek dinas perhubungan tetapi tidak berbuat apa-apa padahal jalan raya sudah macet total akibat parkir sembarangan yang dikuasi oleh juru parkir liar.
Ada tanda rambu parkir di badan jalan jalan sekitar Lapangan Banteng tapi tidak disebutkan jenis parkir yang diperbolehkan. Akibatnya juru parkir semaunya menggunakan jalan sebagai tempat parkir hingga membuat macet. Seharusnya menurut UU No.22 Tahun 2009 diatur bahwa jalan bukanlah tempat parkir, maka dilarang ada parkir kendaraan di badan jalan. Aturan larangan parkir di badan jalan itu menandakan bahwa jalan raya harus steril dan dari kegiatan lain agar jalan menjadi lancar, aman dan nyaman. Parkir memiliki tiga fungsi penting yakni sebagai bagian atau sub sistem transportasi, sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan Pelayanan Publik. Artinya parkir merupakan bagian atau sub sistem dari sistem transportasi, keberadaannya harus mendukung kepentingan membantu sistem transportasi. Mendukung sistem transportasi, agar jalan raya tidak macet dan  menjadi lancar. Untuk manajemen parkir seharusnya mencegah kemacetan dan tidak membuat macet seperti di kawasan Lapangan Banteng.Begitu pula parkir harus menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah atau PAD. Fungsi atau peran kedua, parkir menjadi sumber PAD suatu daerah karena potensi pendapatan parkir yang sangat besar jika dikelola secara benar dan dikontrol ketat pemungutannya. Parkir di kawasan Lapangan Banteng yang begitu banyak pemungutannya dilakukan secara manual dan bayar tunai atau cash. Satu pungutan layanan publik jika masih dilakukan dengan manual atau bayar tunai maka dapat dipastikan ada tindakan menggelapkan keuangan publik atau daerah. Sebuah tindak pidana penggelapan uang publik atau daerah adalah penggelapan  dan menimbulkan kerugian rakyat atau negara dan itu adalah tindak pidana korupsi.
Pendapatan dari parkir ini sejalan dengan tingginya kebutuhan
parkir di kota hingga menjadi masalah parkir liar di badan jalan. Menurut hitungan sederhana keberadaan parkir liar di Jakarta ada sekitar 16.000 Satuan Ruas Parkir (SRP) di Jakarta. Jika sehari kita hitung titik parkir penggunaannya  8 jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp 10.000 maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp 10.000 X 8 X 16.000 SRP adalah Rp 1,28 milyar sehari, Rp 38,4 milyar sebulan dan menjadi Rp 460 milyar setahun. Pendapatan  sekitar Rp 460 milyar setahun uang parkir liar di Jakarta adalah hasil dari pungutan atau Retribusi Parkir.  Perhitungan 16.000 Satuan Ruas Parkir (SRP) badan jalan yang pernah ada di Jakarta dan kembali "hidup kembali" menjadi parkir liar. Jumlah pendapatan ini bisa menjadi lebih besar lagi karena jumlah  SRP di badan jalan di Jakarta bisa  melebihi 16.000 SRP. Pendapatan parkir ini bisa jadi tambah besar ditambah dari pungutan Pajak Parkir dari pengelolaan parkir di dalam gedung yang besar sekitar Rp 1 Trilyun per tahun jika diawasi dengan baik pengelolaannya. Tingginya pendapatan dari parkir ini bisa digunakan untuk membiayai pembangunan atau pelayanan publik di kota Jakarta.
Parkir juga bagian dari pelayanan publik, yakni akan mendukung pelayanan publik yang ada bisa dinikmati masyarakat dengan nyaman. Artinya manajemen parkir yang baik adalah kewajiban pemerintah kota untuk memberikannya secara baik.Â
Langkah meregulasi parkir liar dapat dilakukan pemerintah daerah Jakarta karena dimungkinkan dan diperbolehkan oleh UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 Diatur dalam UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan  Jalan bahwa kepala daerah bisa memberikan izin pengelolaan parkir di badan jalan.  Kepala daerah memiliki kewenangan untuk menata parkir di badan jalan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Penataan parkir ini dapat berupa penentuan lokasi parkir, rambu-rambu lalu lintas, dan penegakan aturan parkir.  Untuk sudah tepat dan kuat pemerintah daerah Jakarta menertibkan parkir liar dan menatanya dalam regulasi baru manajemen parkir di badan jalan Jakarta untuk  kepentingan kota Jakarta.
Perjalanan dengan Whoosh, Bandung ke Jakarta, 4 Juni 2025.
Dr. Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi, MH.
Analis Kebijakan Transportasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI