Mohon tunggu...
Azam Ramadan
Azam Ramadan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Salam satu hukum hukum adalah kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penurunan Beban Pembuktian dalam Kasus Pelecehan Seksual

30 Desember 2020   13:34 Diperbarui: 30 Desember 2020   13:44 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar - detik.com

Penurunan pembuktian dalam kejahatan seksual sejalan dengan teori hukum yang sangat terkenal yaitu Teori Hukum Progresif yang dikemukakan oleh Prof Satjipto Rahardjo. Hukum untuk masyarakat, bukan masyarakat untuk hukum. Artinya masyarakat membutuhkan negara dan hukum yang lebih progresif dalam menuntaskan persoalan kejahatan seksual.

Sistem pembuktian dengan penurunan beban pembuktian dapat dilihat dalam draft RUU PKS pasal 45 yakni, Keterangan seorang Korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti lainnya. Dalam pasal 44 RUU PKS juga dijelaskan terlebih dahulu bahwasanya Alat bukti dalam pemeriksaan pada setiap tahapan perkara Kekerasan Seksual dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.Temuan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2018 hingga Januari 2020, ada 115 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pejabat publik. Laporan terbanyak adalah aparatur sipil negara 26 kasus, polisi 20 kasus, guru 16 kasus dan aparat militer 12 kasus. Sedangkan dari tahun 2011 hingga 2019, Komnas Perempuan mencatat ada 46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah personal maupun publik terhadap perempuan. Sebanyak 23.021 kasus terjadi di ranah publik, berupa perkosaan sebanyak 9.039 kasus, pelecehan seksual 2.861 kasus, cyber crime bernuansa seksual 91 kasus. 

Berdasarkan jumlah itu, terdapat banyak kasus yang akhirnya tidak memberikan keadilan bagi korban, seperti proses penyelesaian kasus yang berpotensi memberikan impunitas kepada pelaku, bukti yang lemah dalam proses penyidikan

Komnas Perempuan sebelumnya juga menyampaikan 40 persen kasus kekerasan seksual berhenti di tingkat kepolisian. Hal ini biasanya didominasi oleh proses pembuktian yang tersendat. Sedangkan hanya 10 persen yang dilanjutkan ke pengadilan

Penurunan Beban Pembuktian selaras dengan teori utilitas. Menurut Jeremy Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan sama sebagai kebahagiaan (happiness). Indonesia membutuhkan hukum yang dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. 

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) memuat hukum acaranya. Salah satunya adalah satu saksi adalah saksi dan menampik asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi)."Keterangan seorang Korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti lainnya," Pasal 45 ayat 1 RUU PKS yang dikutip dari website DPR."Keterangan Korban atau Saksi anak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keterangan Korban atau Saksi lainnya," Pasal 45 ayat 3 

.."Kasus-kasus kekerasan seksual lagi marak, cuma yang menjadi kendala di tingka penyidikan itu kendala pembuktian kita," kata Siti saat konferensi pers Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Hal ini juga ia sebutkan karena dalam kendala pembuktian kasus kekerasan seksual, pihak kepolisian hanya mengacu pada keterangan saksi yang dia nilai tidak cukup untuk menunjukkan bukti kekerasan tersebut.Kesulitan yang dialami aparat penegak hukum dan lembaga penegak hukum dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual disebabkan oleh penafsiran terhadap substansi hukum acara pidana,

Adapun kontra dalam kasus penurunan beban pelecehan seksual yang menyatakan alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah sebagai berikut :  keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa.

Dalam pembuktian memakai teori pembuktian negatif, yaitu pembuktian yang harus didasarkan kepada undang-undang, dalam hal ini alat-alat bukti yang sah disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Hal tersebut diatas mengacu pada Pasal 183 KUHAP yang menjelaskan bahwa, "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya", yang dimaksud dua alat bukti yang sah, yaitu dua diantara alat bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP antara lain, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun