Mohon tunggu...
Ayyub Sham
Ayyub Sham Mohon Tunggu... -

Redaktur Warta Priangan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Daerah Anda Sulit Air saat Kemarau? Ayo Menanam Air Hujan!

4 Oktober 2017   23:01 Diperbarui: 5 Oktober 2017   08:26 5343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bencanaalamsiaga.wordpress.com

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Setidaknya ada empat hal yang bisa kita lakukan, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Ke-empat hal ini sangat mudah dilakukan. Selain biayanya murah, juga tidak perlu memerlukan perijinan dari pemerintah, atau tenaga ahli yang khusus.

Yang pertama adalah pembuatan biopori. Biopori adalah lubang silindris dengan diameter 10cm dan kedalaman sekitar 100cm. Lubang ini dibuat di titik-titik dimana air tergenang. Atau bisa juga membuat biopori pada parit yang sengaja kita buat. Fungsi dari biopori ini adalah agar air hujan bisa terserap lebih banyak oleh tanah yang kita pijak. Karena tanah yang padat, yang sulit menyerap air, diperkirakan hanya setebal 30-40 cm. Lebih dari kedalaman itu, tanah sudah bisa menyerap air dengan normal. 

Selain untuk menanam air hujan, biopori juga bisa difungsikan untuk penanganan sampah organik. Limbah atau sampai organik dari rumah kita bisa dimasukkan ke dalam biopori ini. Keuntungannya, selain bisa menangani sampah organik, limbah sampah organik juga bisa menggemburkan tanah kita. Pembuatan biopori ini bisa dilakukan di halaman rumah kita.

Yang kedua adalah membuat sumur resapan. Fungsi dari sumur resapan ini tidak jauh berbeda dengan biopori, hanya ukurannya lebih besar. Air dari talang genting rumah bisa dialirkan langsung ke dalam sumur ini. Diameter sumur maksimal 1,4 meter, dengan kedalaman sekitar 1,5 -- 3 meter. Dinding sumur bisa dibuat dari bahan pasangan bata tanpa plester, hong, atau anyaman bambu. 

Sebagai filter, dapat digunakan kerikil dan ijuk pada dasar sumur resapan dan dindingnya. Pihak pemerintah sudah mengeluarkan pedoman teknis tentang pembuatan sumur resapan ini. Bahkan di Jakarta, salah satu perijinan IMB sudah mewajibkan pembuatan sumur resapan. Selain biopori, kita juga bisa membuat sendiri sumur resapan di sekitar rumah kita.

Yang ketiga adalah menanam pohon. Sepertinya bagian ini sudah tidak terlalu perlu untuk dijelaskan. Kita semua sudah cukup faham, betapa pentingnya pohon untuk konservasi tanah, air maupun udara. Semakin banyak menanam pohon, semakin baik.

Yang keempat adalah hemat air. Percayalah, tidak ada jaminan air yang bisa dikonsumsi manusia akan selalu mudah didapat.  Karena itu, kita harus semakin bijak dalam menggunakan air. Jika saat ini banyak kampanye sosial yang menyerukan agar negara-negara tidak berperang karena berebut minyak, bukan mustahil esok lusa kita harus kampanye agar kita tidak berperang gara-gara berebut air. Sekarang, untuk mencegah terjadinya perang karena berebut minyak, banyak kampanye berbunyi: "No Blood for Oil!". Jika kita tidak bisa menjaga air, bukan mustahil esok lusa anak cucu kita harus kampanye dengan bunyi: "No Blood for Water!"

Anda masih tidak percaya air bisa memicu konflik? Padahal saat ini saja sudah terjadi di beberapa tempat.  Sebut saja misalnya konflik abadi Israel dan Palestina, yang salah satunya ternyata sama-sama memperjuangkan penguasaan atas sumber air.  Atau air di Danau Wular yang hampir memicu peperangan antara India, Pakistan dan China. Yang dekat dengan kita contoh termudah adalah konflik mata air Cipaniis. Secara geografis Cipaniis memang berada di wilayah Kabupaten Kuningan. 

Namun meski begitu, sejak tahun 1830 konon sebagian masyarakat Cirebon sudah memanfaatkan air yang berasal dari mata air Cipaniis. Konflik mulai terjadi ketika kebijakan otonomi daerah diterapkan. Ketika itu pemerintah Kabupaten Kuningan meminta kompensasi kepada Cirebon karena menggunakan air dari wilayahnya, tahun 2008 lalu.

Semakin tahun potensi konflik ini semakin besar, terlebih jika dihubungkan dengan berbagai faktor lain, misalnya laju pertumbuhan penduduk. Di Indonesia, laju pertumbuhan penduduk berkisar di angka 1,5% per tahun. Jika jumlah penduduk Indonesia diasumsikan sebesar 250 juta jiwa, itu artinya ada sekitar 3,75 juta mulut baru per tahun yang harus dipenuhi rasa dahaganya! Dan tentu saja, sebagian di antaranya adalah anak dan cucu kita.

Kini, sudah saatnya kita lebih peduli pada alam, khususnya air. Cukuplah kita belajar dari apa yang pernah dialami kota Stockholm, Swedia. Limapuluh tahun silam, air di kota tersebut tidak sejernih hari ini. Hingga kemudian wabah kolera merajalela di hampir seluruh pelosok kota, dan menewaskan sebagian besar penduduknya. Sejak itu, mereka belajar untuk bijak terhadap air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun