Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Berapi-api dan yang Redup

18 Agustus 2022   16:08 Diperbarui: 18 Agustus 2022   21:18 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu pada malam tanggal tujuh belas, akan makan tumpeng bersama warga kampung dan bermacam acara digelar. Begitu membahagiakan. 

 Tapi kok seiring beranjak dewasa, hingga   kini, Pak Supono  telah merasa begitu muak dengan ritual-ritual itu. Ia jadi apatis. Ia bahkan tidak membaca grup whatsapp Rukun Tetangga yang isinya kiriman dokumentasi acara perlombaan dan acara puncak perayaan ulang tahun Republik Indonesia di kampungnya tinggal. 

Pak Supono merenungi, apakah tepat bila kata kemerdekaan itu dikelompokkan pada kata benda abstrak, yang tak begitu dapat dirasakan? 

Sedang usaha kongkret untuk mendapatkannya barangkali jarang disinggung, untuk coba dipertanyakan, atau memang karena telah ada hari dan tanggal, semua beres, diingat seharian lalu menguap.

Pak Supono kemudian bertanya, bukankah para pahlawan yang kemudian pengorbanan mereka seenaknya dirangkum menjadi teks proklamasi kemerdekaan, menyatakan bahwa para pahlawan itu, telah mengantarkan rakyat Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan.

Lalu bukankah kemudian yang masuk gerbang kemerdekaan itu kini, Pak Supono  sendiri, juga kemudian anaknya, cucunya, generasi sesudahnya?

Dalam alam kemerdekaan ini, Pak Supono bertanya-tanya, apa sebenarnya kemerdekaan itu?

Dilanjutkannya bermacam pertanyaan dalam benaknya, dibawanya sampai pada tempat tidur ketika malam hari. 

Sambil termenung, Pak Supono berpikir, dirinya sebagai salah seorang rakyat, Pak Supono sudah tentu memiliki  kewajiban, lalu kewajibannya dirasa makin lama mengungkungnya. 

Misal, dia harus bayar pajak. Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak kendaraan. Kini semakin lama semakin dirasa mencekik.

Lalu sebagai seorang suami, sudah semestinya Pak Supono memiliki kewajiban. Lalu kewajiban itu dirasa makin lama mengungkungnya. Juga, sebagai seorang bapak, sudah semestinya juga dirinya memiliki kewajiban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun