Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Uneg-uneg Juragan Sore Itu

10 Agustus 2022   13:17 Diperbarui: 10 Agustus 2022   14:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ketika Juragan memutuskan memberhentikan beberapa orang manajemen, saya jadi agak kaget. Ada apa gerangan, kok tiba-tiba sekali? Maka ketika sore hari, saya melihat Juragan tengah ngopi sendirian, saya coba untuk mendekat padanya. 

Tampang Juragan sore itu benar-benar seperti pakaian yang tidak dikibas sebelum digantung pada jemuran. Dibiarkan berkerut-kerut setelah diperas. Sederhananya: Lecek!

"Oi, No. Bagaimana jualan?" Juragan membuka percakapan. Maka saya duduk. 

Saya cuma cengar-cengir. Juragan saya itu baru saja berumur usia lima puluh empat tahun beberapa hari yang lalu, dengan rambut yang hampir memutih seluruhnya. Ia terlihat bangkit dan menuju minibar. Tidak seperti bos-bos kecil yang saya lihat dandanannya begitu rapih dan necis, Juragan hanya berkemeja dan bercelana pendek, dan kebiasannya suka mengeksplorasi racikan kopi sendiri.

Ia seringkali membuatkan saya manual brew seperti biasa. Begitulah yang ia kemudian lakukan sore itu dan  inilah salah satu yang membuat saya masih betah, bekerja di tempat ini. Ia tahu betul bulan ini gaji karyawan belum dibayar sepenuhnya, dan mencoba mengobati kekecewaan saya dengan segelas kopi.

"Wah, gila, gue lupa makan, dari pagi!"

Siapa yang tahu, bahwa ia jujur atau tidak, namun ia sendiri memang seringkali mengaku belum makan sedari pagi. Itu yang sering dikeluhkannya selepas berjam-jam serius di depan laptop dan miting dengan banyak orang. Ia berkali-kali sempat dirawat dan kabarnya memang penyakit lambungnya sudah agak gawat. 

Maka saya biarkan perut saya juga tak diberi makan sore itu. Kopi, bergelas air putih dan beberapa batang rokok sudah cukup untuk tetap sehat. Setidaknya sehat menurut perasaan saya. Entah bila saya pergi ke dokter dan melakukan medikal cekap. Saya juga berkali-kali ijin karena sudah terlalu banyak telat makan. Penyakit yang memang banyak diidap oleh banyak orang. 

Sesekali kalau Juragan tengah bertampang seperti pakaian yang disetrika, mulus dan licin, ia tidak segan mentraktir saya dan rekan saya, Masud untuk makan enak.

Juga beberapa kebaikan lain seperti amplop dengan nominal yang cukup besar ketika saya  menikah, sempat  menawari saya untuk melanjutkan pendidikan, meski saya kemudian menolaknya karena tidak ingin punya hutang Budi dan memilih melanjutkan pendidikan saya dengan uang saya sendiri. Setidaknya harus saya akui  memang saya harus banyak-banyak berterimakasih padanya. 

Saya tidaklah seratus persen nyaman bekerja, dengan tekanan yang semakin hari saya rasakan semakin tinggi. Tapi, barangkali, saya merasakan sesuatu yang lain yang membuat saya tetap memutuskan bekerja di sini. Setidaknya dari sosok Juragan, saya melihat begitu banyak yangbbisa saya pelajari dan rasanya memang masih banyak yang mesti saya pelajari dan saya belum tertarik untuk melangkah pergi. 

Saya tidak tahu betul perasaan Juragan. Tapi, bila saya berada di posisinya, sebagai pengusaha, bertahan di tiga tahun belakang memang tak mudah. Hingga ia harus merelakan tanah pribadi, mobil pribadi atau aset-aset lainnya dijual atau digadaikan demi melunasi segala tetek bengek yang dibutuhkan hanya supaya usahanya tetap bertahan. 

Ketika saya berusaha meraih sloki, dan menuangkan kopi, Juragan kembali membuka pembicaraan.

"Lu benar. Selama ini gue yang terlalu berambisi besar."

"Berambisi besar itu bagus, kan, Gan?" 

"Iya, tapi harusnya kita menyesuaikan dengan kemampuan kita juga, barangkali memang kita tidak harus mengikuti cara orang lain. Kita harus ciptakan cara kita sendiri."

Ia kemudian melanjutkan unek-uneknya, mengeluhkan betapa besar biaya yang harus dibayar untuk mempekerjakan orang-orang yang hanya tahu buang uang. Ia sudah merasa tua, dan masih saja ikut terlibat perkara remeh remeh yang harusnya bisa otomatis dibereskan tanpa harus ia ikut campur dalam segalanya.

"Bos-bos itu kan gue bayar buat mikir, masa gue juga harus mikir. Kacau. Kek gapunya tanggung jawab. Kesana-kemari pake mobil operasional, cuma ngurus perkara remeh aja nggak becus."

Meski saya akui bahwa saya pernah memikirkan hal yang sama jauh-jauh sebelum saya mendengar kata Juragan. Sudah sembilan tahun saya ada di sini. Suka-duka telah saya rasakan. Juga kecewa bila apa yang saya pikirkan tiap diajak miting, seringkali begitu saja diabaikan. Saya setidaknya sudah sedikit-banyak mengetahui seluk-beluk permasalahan. 

Dan benar saja, permasalahan itu, begitu-begitu saja tanpa ada perubahan yang berarti. Saya tahu benar apa yang mesti dilakukan, tapi, apakah karena pendidikan saya tidak setinggi orang-orang tukang omong besar itu? Yang hasilnya tahun demi tahun nihil. Kalaulah hanya perkara gelar, saya akan merebutnya beberapa semester lagi, dan  apakah dengan begitu apa yang saya pikirkan  akan didengar?

Tapi kini, rasanya sekeras apapun saya menginginkan merubah sesuatu hal di tempat ini, kini, saya tidak banyak mau tahu perkara-perkara orang -orang itu. Pikiran saya hanya memikirkan cara, bagaimana saya dapat menjual berkarung-karung biji kopi olahan itu. Bagaimana supaya kedai kopi ini makin banyak pengunjung. Supaya saya tidak merasa berdosa makan gaji buta. Lain tidak. 

Lepas berbicara meluapkan segala unek-unek, Juragan pun pamit. Ia sempat juga mengucap terimakasih karena telah menemaninya berbicara sore itu, lantas bergegas membawa tas kulitnya, pergi keluar kedai, berlalu dengan mercy menterengnya.

____

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun