Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gelap

19 November 2020   23:05 Diperbarui: 19 November 2020   23:11 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Bila Pono tersesat di pekatnya malam yang kelam seperti hari-hari panjang kala itu, bukanlah karena maunya sendiri. Hari-hari itu begitu menyiksa, begitu menakutkan bukan hanya untuk Maryam, tapi bagi diri Pono sendiri.

Pono merasa dirinya seperti sedang dipermainkan oleh sesuatu yang lebih besar dari dirinya, dari alam raya. Seakan dirinya tak lagi dapat menguasai kemana ia hendak pergi dan tak dapat keluar dari pusaran pekat malam yang kelam. Meronta-ronta tapi malah semakin tenggelam. 

Di sanalah sebenarnya ia terjebak. Dipeluk malam yang kala itu dirasakannya seakan tak berujung. Didera pekat bergulung. Lemah tak berdaya, terbelenggu di sana, yang dikiranya akan selamanya.

Berhari-hari Maryam tak menemukannya lagi di sudut-sudut tempat di mana biasa Pono terlihat. Dicarinya si lelaki kurus di kolong tempat tidurnya, dalam lemari bajunya, pada lubang kloset di kamar mandinya, loteng tempat tikus berlarian di rumahnya, tempat-tempat sampah seisi rumah, juga tempat-tempat sampah di seantero pemukiman rumahnya.

Dicarinya juga di sela-sela branya, di sela-sela celana dalamnya, tak juga ditemukan olehnya, dan semakin panik ia mencoba membelah kepalanya dan mengaduk-aduk isi di dalamnya, tak ada juga, kecuali hanya bayangannya yang berkelebat tanpa jelas keberadaannya.

Tak kunjung juga ditemukan. Maryam mencari Pono di sela-sela rongga dadanya, yang kemudian hanya didapatinya sebuah suara. Tak terdengar jelas. Maryam mencoba berteriak-teriak memanggil,

"Pono, kamu di mana?"

Tapi hanya gumaman dan dengungan suara tak jelas yang terus terdengar. Ia mencoba mendengar lebih keras, yakin betul Pono berada di sana. Suaranya begitu ia kenali dan tak mungkin salah. Jemarinya mencoba menggapai sela-sela rongga dadanya, mendapati pekatnya kelam malam hitam mencekam di sana, sedang mencengkeram Pono dengan pelukan eratnya.

"Pono!"

Lelaki kurus itu meringkuk, didekap kegelapan, terengah-engah nyaris mati. Ketika kemudian kegelapan itu dirobek-robek oleh jemari si perempuan, meski beberapa kali malam mencoba, ingin turut menghisapnya, atau menerjangnya, tapi jemari penuh cahaya itu terlalu kuat untuk ditaklukan.

Begitulah kemudian pekat kegelapan malam itu tinggal serpihan. Pono merasakan hangatnya jemari penuh cahaya itu menyentuh helai rambutnya dengan kasih sayang, dan kemudian jemari itu menarik tubuh kurusnya  keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun