Pertama kali dipentaskan di panggung, naskah yang sebenarnya adalah pesanan untuk sebuah film pendek yang berjudul Sebentar Saja (ketika waktu tak bisa tergantikan) yang disutradarai Gritte Agatha ini berhasil memikat penonton setidaknya untuk penulis pribadi.
Secara garis besar, drama ini berkisah tentang seorang anak yang memprotes ibunya karena terlalu sibuk dengan gawainya ini, sehingga membuat sang anak resah dengan kondisi komunikasi yang kurang, teramat lekat dengan realitas yang terjadi di sekitar kita saat ini.
Di awal cerita terlihat sang ibu sangat sibuk berkutat dengan gawai, baik obrolan maupun bermain permainan daring, diiringi lantunan lagu latar yang membuat hanyut penonton dalam cerita. Tingkah sang ibu membuat sang anak yang digambarkan berusia remaja tanggung itu akhirnya muak dengan keadaan yang tampaknya sangat membuat mereka berjarak. Kirana, sang anak, merindukan percakapan-percakapan tanpa jarak, merindukan pertengkaran-pertengkaran kecil tapi selesai di meja makan.
Selepas pementasan drama yang diulang sekali lagi (untuk penonton yang terlambat hadir) diberikan sesi diskusi. Banyak pertanyaan penonton yang langsung dapat dijawab oleh sang penulis dan sutradara. "Hanya 7 menit dalam film pendek, kita berfikir keras bagaimana cara supaya memperpanjang durasi. Mungkin anda kurang puas, sah-sah saja, kami akan memberikan yang lebih baik untuk pementasan-pementasan selanjutnya, terima kasih atas apresiasi anda menonton pementasan ini." Jawab sang penulis naskah, dan sutradara Maryam Supraba dan Angin Kamajaya ketika ditanya seorang penonton yang kurang puas terhadap durasi yang singkat.
Keunikan yang jadi nilai tambah estetik pada drama ini amat terlihat ada pada cara sutradara secara kreatif menambahkan kostum mukena hitam putih pada saat adegan yang penulis tangkap sebagai transisi perputaran waktu.