Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Unjuk Rasa 30 September Sekitar Pejompongan

3 Oktober 2019   12:40 Diperbarui: 3 Oktober 2019   13:47 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya hanya ingin berbagi cerita ketika saya ikut unjuk rasa tanggal 30 september. Cerita ini hanya kejadian sore sebelum magrib dan selepas magrib sebelum dan sesudah bapak-bapak polisi membubarkan adik-adik STM yang tingkahnya semakin tidak terkendali, hehehe.

Tadinya, sekitar jam lima,  kami satu tim (beranggota 5-6 orang) mahasiswa dari Universitas Pamulang hanya meliput dan melihat kondisi unjuk rasa yang semakin tidak terkendali di depan menara BNI Pejompongan, adik-adik STM di depan semakin ramai membalas tembakan gas air mata bapak Polisi dengan kembang api ke udara, menambah riuh suasana. 

dokpri
dokpri
Lepas itu, sebelum magrib, kami sedang bertahan di beranda seorang rumah kawan di kawasan pemukiman samping rel pejompongan yang punya ibu baik hati yang membuat rumahnya sebagai basis pertolongan perama. Saya dan kawan-kawan memberi pertolongan beberapa adik-adik STM yang jatuh dengan P3K seadanya dan air. Kondisi depan Pejompongan semakin memanas karena beberapa orang bakar ban di persimpangan, api dan asap menebal, suasana makin tak terkendali.

Adzan pun membuat konflik berhenti sejenak, kami ingin sekali pulang namun satu-persatu adik-adik STM terus dibawa kemari ketika sudah tidak kuat lagi, karena kasihan, kami coba bantu sekuat tenaga kami, sampai ketika lepas adzan suasana kembali memanas, dan korban tambah banyak.

Saya sendiri dengan beberapa orang adik-adik STM sedang menggotong korban, mukanya bengkak, merah, ia lemas tak berdaya, kami sama sekali tidak punya tabung oksigen tapi hanya bisa memberi kucuran air dan membaringkannnya di bangku panjang. Baterai Hp saya habis jadi tak bisa mengabadikan gambar.

Sampai ketika tiba-tiba gas beracun itu nyasar ke tempat kami bertahan. Semua kocar-kacir, gas semakin banyak, ibu-ibu membukakan pintu rumahnya, menyuruh masuk ke dalam. Saya bantu gotong adik tersebut ke dalam rumah, sementara gas terhirup semakin banyak. Kami di dekat kamar mandi, saya putar keran airnya, dan kami bergantian membasuh muka, sementara gas yang merembes ke dalam semakin banyak, semakin banyak pula terhirup, saya dan juga adik-adik STM itu ambruk.

Kkami batuk-batuk, meludah-ludah berkali-kali, mencari ruangan lain, ada anak nekat naik ke atas yang ruangannya semakin pengap dan sempit, saya teriakin dia, tarik dia jangan ke sana, oksigen semakin menipis, dada saya semakin seperti ditendang-tendang rasanya, tidak pernah sebegitu merasa dekat dengan maut sebelumnya, dengan pikiran melayang memikirkan nasib kawan yang lain entah di mana, sempat pasrah, tapi pikiran saya tidak bisa diajak pasrah, saya mencari ruangan lain.

Betapa bahagianya melihat kawan-kawan terutama yang perempuan sudah duduk di dalam sebuah ruangan kamar pengap yang setidaknya masih sedikit terpapar gas, saya kembali batuk-batuk, diberi air, saya coba memuntahkan racun itu, saya melihat dengan takjub seorang kawan perempuan masih tegar kuat berdiri dan berhubungan dengan teman lainnya lewat ponsel sambil dengan tenang meminta medis dan ambulans, sampai kemudian terdengar teriakan banyak orang, "kebakaran! kebakaran!!!"

Ibu pemilik rumah teriak-teriak dan mengarahkan kami keluar dari rumah itu. Membukakan pintu, kami pun bergegas mengumpulkan sisa-sisa tenaga dan kewarasan kami untuk menyelamatkan diri. Terlihat api berkobar semakin membesar di ujung sana, kami terjebak. Teriakan membuat panik dan kami berpencar. 

Saya lihat pagar yang tidak begitu tinggi yang mengarah ke jalur rel kereta api. Saya dan seorang kawan perempuan memanjatnya dan berusaha menyelamatkan diri dari lokasi. masih terdengar letupan-letupan tembakan semakin ramai.

Saya berdua dengan seorang kawan perempuan melewati gang-gang pemukiman petamburan yang sudah banyak warga berjaga. Ada kejadian mengharukan ketika adik-adik STM yang siaga di pinggir gang menghampiri kami dan menyiramkan air botol bergantian ke wajah kami. Sesederhana itu, sejuk, namun begitu bermakna. Tidak sempat terekam kamera, namun akan selalu terekam di hati kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun