Mohon tunggu...
Ayusoraya Soraya
Ayusoraya Soraya Mohon Tunggu... Administrasi - Gapailah Mimpi Setinggi Langit

single

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kabinet Indonesia Maju dalam 100 Hari Kerja

15 November 2019   07:55 Diperbarui: 15 November 2019   08:02 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Publik pada umumnya sangat menantikan momentum pelantikan menteri dari kabinet Jokowi periode 2019-2024, beberapa hari lalu tepatnya pada hari rabu tanggal 23 Oktober 2019 lalu, Jokowi melantik menteri kabinetnya sebanyak 34 orang, satu Jaksa Agung dan tiga pejabat setingkat menteri dengan membagi 34 menteri tersebut dari dua kalangan, yaitu kalangan profesional dan kalangan partai politik dengan persentasi 55% dari profesional dan 45% dari parpol koalisi. Kabinet yang dinamakan Kabinet Indonesia Maju (KIM) ini agar lebih dispesifikkan nama kabinetnya dengan  periode sebelumnya yang diberi nama Kabinet Kerja.

Dalam kabinet baru ini setidaknya ada 22 wajah baru yang menghiasi kabinet, tentu dalam pemilihan menteri itu merupakan hak proregatif dari presiden sendiri dan dengan itu presiden tentu sangat selektif dalam memilih dan menimbang apakah para menteri sesuai dengan kapasitas atau tidak, masyarakat pada umumnya pasti mengharapkan kerja para menteri yang dapat diandalkan dan membawa perubahan kearah yang lebih baik kedepannya. Meskipun kita tidak bisa tutup mata bahwa kritikan-kritikan terus menghujani pasca dilantiknya beberapa menteri yang dianggap tidak sesuai dengan bidang yang diembannya seperti menteri pendidikan yang basicnya bukan dari pendidikan sendiri tentu ini menjadi pro kontra dikalangan elit politik, namun kembali lagi kita ingat bahwa penetuan menteri kabinet adalah hak proregatif presiden sendiri yang tidak bisa diganggu gugat.

Adapun yang dimaksud dengan hak proregatif (bahasa latin praerogatio-onis (femeninum); bahasa inggris prerogative; bahasa Jerman das vorrecht "hak istimewa") dalam bidang hukum adalah hak khusus atau istimewa yang diberikan kepada pemerintah atau penguasa suatu negara dan diberikan kepada seorang atau sekelompok orang, yang terpisah dari hak-hak masyarakat menurut hukum yang berlaku. Hal ini merupakan aspek umum dari hukum foedal atau kerajaan.

Kata prerogatif dalam bahasa latin diartikan hak lebih tinggi(diberi preferensi) dalam makna hukumnya. Penggunaan dalam bahasa modern kata prerogatif memberi nuansa dalam persamaan hak asasi manusia untuk berhak mengambil keputusan sendiri, misalnya adalah hak proregatif seseorang dalam melakukan apa yang diinginkannya". Menurut Jhon Locke (1689) hak prerogatif adalah kekuasaan tanpa memastikan ketentuan hukum, kadang-kadang melawan hukum menurut keputusan sendiri demi kebaikan publik.

Di Indonesia presiden memiliki hak yang disebut hak proregatif. Hak ini merupakan kekuasaan presiden yang tidak dapat diambil oleh lembaga tinggi lainnya seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) hak proregatif presiden Indonesia adalah hak yang tercantum dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Sebagai konstitusi atau dasar negara Indonesia. Yang termasuk dalam hak proregatif ini, berikut pada UUD 1945 yang mencantumkannya adalah:

1. Pasal 10 UUD 1945

Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat angkatan laut dan angkatan darat oleh sebab itu presiden disebut juga panglima tertinggi TNI

2. Pasal 11 ayat  (1) UUD 1945

Presiden menyatakan perang membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain

3. Pasal 12 UUD 1945

Presiden menyatakan keadaan bahaya atau darurat

4. Pasal 13 UUD 1945

Presiden mengangkat duta besar dan konsul sebagai perwakilan diplomatik Indonesia diluar negeri

5. Pasal 14 UUD 1945

Presidem memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA presiden juga memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR

6. Pasal 15 UUD 1945

Presiden memberi gelar tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur Undang-Undang

7. Pasal 17 UUD 1945

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan presiden. Dengan hak ini presiden akan membentuk kabinet sebagai pembantu presiden.

Berbeda dengan pemerintahan periode sebelumnya presiden Jokowi tidak menargetkan 100 Hari kerja menterinya melainkan presiden Jokowi tancap gas untuk mulai bekerja melanjutkan kerja periode sebelumnya. "Target 100 hari ngak ada" tutur jokowi (23/10/2019) Beliau pun dalam pemerintahan baru ini menitik beratkan kerja pada penggunaaan APBN agar fokus dan terarah kabinet ini nantinya juga akan fokus pada mengejar defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, dan membuka lapangan pekerjaan selain hal tersebut fokus perhatian kabinet juga pada reformasi birokrasi dan Sumber Daya Manusia.

Dengan tidak adanya evaluasi 100 hari kerja kabinet, menurut penulis hal ini sangat disayangkan karena seperti yang kita ketahui bersama dan juga diuraikan diatas tadi bahwa banyak menteri baru yang mengisi kabinet periode ini. Oleh karena itu, perlu rasanya dalam pengevaluasian kerja atau melihat kinerja menteri dalam 100 hari kerjanya apakah berkompeten atau tidak dan hal ini juga merupakan kebijakan presiden sendiri dalam menilai dan mengevaluasi menteri kabinet pilihannya.

Pada umumnya jika seseorang berada atau masuk dalam lingkungan kerja baru tentu orang tersebut juga akan merasakan suasana baru dalam pekerjaannya dalam hal ini perlunya adaptasi dengan baik serta perencanaan target kerja yang terarah dan visi untuk memberi perubahan yang lebih baik lagi. Presiden seharusnya memberikan targer 100 hari kerja untuk menilai dan mengevaluasi apakah target-targetnya yang telah ditetapkan bisa tercapai atau tidak. Didalam penyelenggaraan pemerintahan Negara para menteri kabinet harus jelas kerjanya dan terarah kemana tujuan akhir dari kerjanya dan apa saja yang telah dicapai, contohnya seorang menteri kesehatan harus tau dan fokus terhadap tujuan target yang ia tentukan seperti target jangka pendek dan target jangka panjangnya.

Setelah menteri menentukan target dalam kerjanya disinilah presiden ambil alih untuk mengevaluasi bagaimana dengan grafik kerjanya. Mengingat banyaknya menteri baru pada kabinet periode ini perlu rasanya untuk melihat kinerja 100 harinya kerja, menimbang bahwa kalau ini ditiadakan takutnya atau khawatirnya kasus yang terjadi pada menteri pemuda dan olahraga Imam Nahrawi terulang lagi pada kabinet baru. Tentu ini bukan alasan satu-satunya mengapa perlu. diadakan evaluasi 100 hari kerja.k rakyat Indonesia sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun