Mohon tunggu...
Ayu SabrinaBarokah
Ayu SabrinaBarokah Mohon Tunggu... Jurnalis - Citizen Journalist

Perempuan yang mencoba berdaya melalui karya tulis digital, dengan keyakinan Learning by doing.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Refleksi Era Konvergensi Media: Kuasa Media dan Pemberitaan di Indonesia

1 Juli 2020   11:59 Diperbarui: 1 Juli 2020   12:01 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam  sebuah pemerintahan yang berdaulat terdapat sebuah istilah trias politica, yakni pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga lembaga ini pun termasuk dalam empat pilar demokrasi. Lembaga pelengkap dalam empat pilar demokrasi itu , adalah Pers.

Siapa yang tidak mengenal pers? Salah satu prasyarat masyarakat yang demokratis adalah pers yang bebas. Pers yang bebas meniscayakan para pegiat media massa secara leluasa untuk menuliskan peristiwa-peristiwa publik tanpa adanya suatu mekanisme kontrol dari penguasa. Masyarakat kemudian bisa mendapatkan informasi-informasi publik secara objektif sehingga keputusan dan tindakan yang diambil semakin rasional dan dapat diperhitungkan. Setiap kerja tidak dapat berkembang dan maju jika tidak mengikuti informasi.

Namun demikian, fakta yang muncul di media massa tidak sepenuhnya sama dengan fakta yang sebenarnya. Fakta di media massa hanyalah hasil rekonstruksi dan olahan para awak di meja-meja redaksi. Walaupun mereka telah bekerja dengan menerapkan teknik-teknik jurnalistik yang presisi, tetapi tetap saja kita tidak dapat mengatakan apa yang mereka tulis adalah fakta yang sebenarnya. Selalu saja ada kekurangan dalam setiap sudut pandang, rekosntruksi peristiwa, dan fakta sebenarnya ke dalam fakta media.

Wartawan dan kebohongan adalah dua senyawa yang tidak boleh bersatu. Wartawan adalah profesi yang menuntut kejujuran dan keterusterangan dalam memperoleh dan memublikasikan berita, dan berbohong adalah perilaku untuk mengelabui atau menutup-nutupi suatu fakta. Wartawan yang berbohong dengan beritanya, karena itu bisa disebut telah melakukan kejahatan terbesar kepada publik. 

Lebih dari itu, akibat yang mungkin bisa ditimbulkam dari berita bohong bisa fatal, disintegrasi bangsa, kesalahfahaman, dan hal buruk lainnya. Perilaku buruk ini, biasanya dilakukan para pengelola media online atau situs berita yang baku cepat  menanyangkan berita. Misalnya jika media online yang satu diketahui telah memuat berita gempa beberapa menit atau beberapa detik sebelumnya, maka media online  lainnya akan menggeser waktu tayang berita gempa itu menjadi beberapa detik sebelumnya agar seolah-olah terlebih dulu memuatnya.

Pembaca yang kurang jeli, tentu tidak akan tahu perkara itu, tapi sesekali perhatikanlah jam tayang dari sebuah berita "panas" yang kali pertama muncul di sebuah media online sementara media situs berita lainnya belum memuatnya. Lalu lihatlah beberapa menit kemudian, jam tayang berita "panas" di media online  yang ketinggalan itu. 

Sering kali yang tampak, waktu permuatannya akan ditulis mendahului atau minimal sama dengan media online yang menayangkan lebih awal. Apalagi jika beritanya terkait konteks politik, media bahkan lebih intens untuk melihat dan mencari data terkait urusan politik. Inilah yang membuat "Pers" memang pantas disebut sebagai pilar ke-empat demokrasi, dengan segala kekuatan dan potensi yang dimilikinya, pers dengan mudah memenuhi hasrat konsumtif masyarakat terhadap berita, yang kemudian menghalalkan segala cara agar menjadi media terdepan dan tercepat.

Hari ini, Indonesia bahkan dunia tengah menghadapi era New Media  atau Media baru, yang merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Contoh dari media yang sangat merepresentasikan media baru adalah Internet. 

Media massa yang tadinya hanya mengembangkan satu bentuk (surat kabar saja, majalah saja, radio saja, atau televisi saja) kini melebarkan diri ke bentuk-bentuk lainnya, seperti menjajakan berita di ruang-ruang media sosial (instagram, twitter, facebook). Alhasil akan semakin banyak potensi rentang disinformasi dan misinformasi. 

Untuk dapat menghadapi era new media , media di Indonesia pun memberlakukan era konvergensi media. Konvergensi media adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan ke dalam satu titik tujuan. Atau dalam hal ini, ialah memperbesar jaringan dan koneksi media sehingga dapat terkontrol dalam satu organisasi yang besar.

Konvergensi media ini akan berpengaruh kepada pemberitaan juga informasi-informasi yang disampaikan kepada publik. Belum lagi media mempunyai teori agenda setting, dimana media boleh memilah-milah informasi yang dianggap penting baginya. Ini pun membuat, apa yang dikontruksikan penting bagi media akan menjadi penting pula bagi publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun