Mohon tunggu...
Philip Ayus
Philip Ayus Mohon Tunggu... -

menjaga kewarasan lewat tulisan | twitter: @tweetspiring.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi atau Monarki: Pilih Mana?

14 Desember 2010   04:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1292301228617910359

[caption id="attachment_79804" align="alignright" width="300" caption="Simbol Kraton Jogja / jogjastory.co.cc"][/caption] Sampai sejauh ini, pro dan kontra mengenai RUU Keistimewaan Yogyakarta masih bergulir. Pemerintah sepertinya bersikukuh menginginkan bahwa jabatan Gubernur DIY haruslah disamakan dengan gubernur-gubernur propinsi lain, yakni ditetapkan melalui pemilihan umum. Sementara itu, masyarakat DIY dan beberapa pihak lain menginginkan Gubernur DIY tetap diangkat melalui penetapan. Seingat saya dalam pelajaran Tata Negara di masa sekolah dahulu, sebenarnya di dunia ini tidak ada satu negara modern pun yang murni demokratis ataupun monarkis seperti yang ada dalam teori-teori pemerintahan. Tiap negara memiliki keunikan sendiri dalam menjalankan rumah tangganya. Bahkan, Amerika yang konon sumber paham demokrasi pun bisa dibilang "kurang demokratis" dibandingkan Indonesia yang memilih presiden dan wakil presidennya secara langsung melalui pemilu. Seingat saya pula, tujuan sebuah negara adalah keamanan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, apapun bentuk pemerintahan yang dianut. Namun, sepertinya yang bergulir sekarang adalah "pertarungan" antara sistem demokrasi murni dan monarki murni. Tidak pernah dibicarakan apakah dampak masing-masing sistem pemerintahan itu terhadap kesejahteraan rakyatnya. Seberapa besarkah pengaruh penetapan atau pemilihan Gubernur DIY terhadap kesejahteraan rakyat DIY itu sendiri? Mungkin para ahli tata negara dapat menjawabnya. Namun demikian, fakta sudah berbicara banyak, bagaimana para pemimpin daerah yang diangkat berdasarkan pemilu berujung di balik terali besi karena menjadi tersangka korupsi. Mungkin, itulah yang menjadikan masyarakat DIY menolak pengangkatan Gubernur melalui pilkada. Akhirul kalam, saya juga teringat pada sebuah kisah dalam Injil Markus (pasal 2), tentang orang-orang Farisi (salah satu aliran dalam agama Yudaisme--agama khas Yahudi--yang sangat taat menjunjung peraturan-peraturan agama, sehingga cenderung formalis) yang memprotes murid-murid Yesus karena telah memetik bulir-bulir gandum di hari Sabat, sesuatu yang dilarang/dianggap berdosa dalam agama mereka. Yesus kemudian menjawab mereka dengan kisah sejarah mengenai Daud yang juga memakan roti khusus imam dan memberikannya kepada para pengikutnya yang saat itu sedang kelaparan. Yesus kemudian menutup dengan sebuah pernyataan yang sangat agung, menginspirasi sekaligus menempelak para pemrotes tersebut, "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat." Orang-orang farisi telah terbelokkan dari inti keagamaan mereka. Agama yang seharusnya memerdekakan dan menyejahterakan pemeluknya, justru membelenggu dan menyengsarakan. Agama bukan lagi menjadi sarana/alat untuk menyejahterakan manusia, namun menjadi tujuan, sehingga kesejahteraan manusia pun dikorbankan demi penegakannya. Demokrasi atau monarki: pilih yang mana? Apapun pilihannya, yang jelas kesejahteraan rakyat harus dinomorsatukan, bukan sebaliknya. Baik demokrasi maupun monarki ataupun bentuk pemerintahan yang lain, dalam pelaksanaannya tidak boleh menghasilkan tirani yang kemudian membebani alias menyengsarakan rakyatnya. Pembahasan-pembahasan di dalam rapat dewan seharusnya mengedepankan kesejahteraan rakyat yang mereka wakili. Semoga polemik tentang DIY ini tidak berlarut-larut dan menimbulkan permasalahan baru yang mengancam persatuan dan kesatuan NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun