Mohon tunggu...
ayu rahman
ayu rahman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orangtua dan Anak Beda Keyakinan? Bagaimana Bisa?

14 Desember 2018   20:00 Diperbarui: 25 Desember 2018   20:41 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hubungan sosial merupakan suatu pembentuk dasar bagi kehidupan bermasyarakat. Dan hubungan sosial dapat diartikan dengan singkat sebagai bentuk hubungan seseorang dengan orang lain diluar dirinya sendiri, dan termasuk hubungan seorang anak dengan orangtuanya. Seperti yang kita ketahui, berbakti kepada orangtua adalah sebuah kewajiban seorang anak. Tapi, bagaimana jadinya hubungan sosial seorang anak yang memiliki keyakinan berbeda dengan orangtuanya?

Hubungan antara anak dan orangtua itu sejatinya tidak bisa dipisahkan. Sekalipun, hingga ajal datang. Tidak ada dimana orang tua yang memiliki kewarganegaraan lain dari anaknya, memiliki warna rambut yang berbeda dengan anaknya, ataupun sang anak yang memiliki agama yang berbeda, yang akhirnya memutuskan hubungan tersebut. Hubungan anak dan orang tua akan tetap terikat satu sama lain.

Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu." (Q.S: 31:14)

Artinya: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Q.S: 31:15)

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebagai seorang anak kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtua selama perintah tersebut tidak bertentangan  dengan perintah-Nya. Jika seorang anak memiliki perbedaan keyakinan dengan kedua orangtuanya maka sepanjang  bakti tersebut beruhubungan dengan perintah keduniaan, maka diperbolehkan. Semisal contoh orangtua membutuhkan bantuan anaknya untuk menjemput mereka disuatu tempat, maka tunaikanlah karena hal tersebut merupakan suatu hal yang sifatnya keduniaan.

Walau berbeda keyakinan, bakti seorang anak dalam hal keduniaan masih berlaku, bukan berarti denga adanya perbedaan keyakinan tersebut membuat hubungan anak dan orangtuanya otomatis putus, tidak sama sekali tidak. Jikalau urusan ibadah kepada-Nya maka barulah hal tersebut menjadi hal yang berbeda yaitu dalam tempat ibadah yang memang berbeda, tidak bisa disamakan dan dipaksakan, berikanlah toleransi. Seperti contoh salah seorang sahabat nabi yang memilki perbadaan keyakinan dengan ibundanya, dimana suatu ketika ibunda sahabat nabi tersebut memaksa sahabat nabi untuk kembali ke agama terdahulunya dengan dalih akan mogok makan jika anak tersebut tidak kembali ke agama terdahulunya. Maka sikap yang ditunjukkan sahabat nabi yaitu tetap berbakti dengan memberikan pengertian sebaik-baiknya dan melayani ibundanya dengan membuatkan makanan dan melayani ibundanya sebaik-baiknya,  bukan dengan berpisah atau meninggalkan ibundanya apalagi dengan memberikan kata-kata yang kasar yang dapat menyakiti hatinya. Sungguh Islam sangat menjunjung tinggi berbuat baik dan malayani orangtua sebaik-baiknya.

Memiliki orang tua yang berbeda agama bukan berarti harus putus hubungan silaturahmi. Dalam hadits sahih riwayat muttafaq alaih dari Asma ia berkata: "Aku datang ke ibu saat dia kafir pada masa Rasulullah. Aku lalu bertanya pada Nabi: 'Aku datang pada ibuku karena dia rindu, apakah boleh aku silaturrahim?' Nabi menjawab: 'Iya, tetaplah berhubungan dengan ibumu.''. Hadits ini selaras dengan firman Allah dalam QS Luqman 31:15 yang tertera di atas. Makna eksplisit dari ayat ini ada dua hal yang prinsip terkait dengan hubungan seorang muslim dengan orang tua non-muslim: (a) wajibnya berbakti kepada orang tua walaupun ia non-muslim; (b) haram taat pada orang tua dalam masalah dosa.

Dari sudut pandang fiqih, maksud ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah adalah: "... wajib berbakti pada kedua orang tua walaupun dia fasiq (pendosa) atau kafir. Dan wajib taat pada mereka di selain perkara maksiat pada Allah. Apabila mereka kafir, maka perlakukan mereka dengan baik di dunia dan jangan mentaati mereka dalam soal kekufuran dan kemaksiatan."

Perbedaan agama antara anak dan orang tua hendaknya tidak menjadi penghalang untuk silaturahmi dan berbakti pada mereka selagi hal itu tidak berlawanan dengan syariat Islam. Berbakti atau berbuat baik pada orang tua meliputi: membantu mereka apabila diperlukan, menjaga tali silaturahmi, dan menaati perintah yang selain maksiat. Yang tak kalah penting adalah menunjukkan sikap dan akhlak yang sebaik mungkin agar orang tua menjadi terkesan dan tertarik mengikuti langkah anaknya menjadi muslim yang menginspirasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun