Mohon tunggu...
Wahyu Purnama Sari
Wahyu Purnama Sari Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Masih seorang mahasiswi Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnalisme Online Penting Dalam Industri Media

10 Juni 2020   08:50 Diperbarui: 10 Juni 2020   08:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan teknologi melahirkan jagoan baru: jurnalisme daring atau jurnalistik online. Sumber daya di internet menyediakan ruang yang sangat luas untuk setiap orang menjadi jurnalis, mungkin bahasa yang lebih agak keren “jurnalis independen. Contohnya setiap orang bisa dengan sangat bebas membuat portal webside dan diisi informasi dengan sesuka hati, apapun bisa ditulis di webside pribadi tersebut. Berita akan lebih bernilai ketika sudah disebarkan sehingga jurnalis sekarang ini perlu meningkatkan aktualitasnya supaya tidak ketinggalan zaman beritanya (up to date).

Unsur lain dari kehadiran media online terhadap praktik jurnalisme adalah kecepatan. Kecepatan yang berkaitan dengan waktu dan tempat merupakan unsur utama bagaimana berita dan institusi media massa bersaing satu dengan lainnya. Sebuah peristiwa yang luar biasa akan mendapatkan perhatian yang banyak jika disiarkan saat itu juga dibandingkan jumlah khalayak yang membacanya keesokan hari. Media online atau media sosial menawarkan kecepatan. Artinya, sebuah peristiwa yang ada di lapangan, langsung bisa diakses tanpa melalui prosedur alur berita, sebagaimana terjadi di institusi media massa. Bahkan, informasi yang sudah diunggah di media sosial akan disebarkan oleh akun-akun media sosial lainnya yang ada dalam jaringan.

Penyebaran oleh akun yang terhubung dalam jaringan di media sosial tersebut membuat sebuah informasi menjangkau wilayah yang lebih luas, bahkan bisa bersifat global. Keberagaman media online membuat sebuah informasi bisa tersebar melalui beragam jenis konten, tidak hanya teks, tetapi juga secara audic, visual, maupun audio-visual. Dalam konteks tertentu, apa yang disebarkan ini dipandang sebagai sumber informasi dan layak direproduksi ulang untuk disiarkan melalui jaringan media komersial. Beberapa kasus di Indonesia sering dijumpai bagaimana institusi media massa kerap menggunakan konten yang tersebar di media sosial sebagai bahan pemberitaan. Pengalanıan penulis bisa dijadikan salah satu contoh bagaimana praktik tersebut terjadi.

Dalam beberapa kesempatan, penulis sering mengunggah kondisi terkini dan dilengkapi foto melalui akun media sosialnya. Konten yang diunggah tersebut juga menyebutkan akun, seperti @NTMCLantasPolri milik Polri, @depok24jam, @jktinfo, @traxfmjkt @987Genfm, serta @prambors. Tiga akun terakhir adalah akun milik stasiun radio yang juga menyanpaikan pemberitaan dalam programnya. Apa yang diunggah penulis di akun media sosial tersebut pada akhirnya disebarkan (repost) melalui akun ketiganya dan informasi tersebut juga disampaikan melalui siaran radio.

Khalayak bukan lagi sekadar menjadi narasumber yang diwawancarai oleh jurnalis, melainkan sudah berubah menjadi jurnalis warga yang bisa melakukan tugas-tugas jurnalisme di lapangan, mulai dari mengumpulkan data, mewawancarai warga lain, mengambil foto, bahkan sampai memberikan laporan secara langsung (live). Apa yang dilakukan khalayak tersebut semakin kuat dan semakin berarti ketika media sosial menjadi media yang dapat dimanfaatkan dalam penye- baran informasi. Kekuatan khalayak pada akhirnya disadari oleh institusi besar media, seperti BBC atau CNN, dan di Indonesia, seperti Kompas, Tempo, sampai MetrolV yang memberikan kanal jurnalisme warga (citizen journalism)

Realitas tersebut menunjukkan bahwa keberadaan media online dan informasi yang tersebar di sana bisa dijadikan sumber pemberitaan bagi institusi media massa (Broersma & Graham, 2013). Juga bisa dimanfaatkan oleh institusi media sebagai sarana menyebarkan konten dalaın jaringan media sosial (Scott, Millard, & Leonard, 2014; Verweij, 2012). Konsep tersebut memberikan kesempatan bagi khalayak agar bisa memproduksi sendiri berita dan mendistribusikannya melaiui inedia sosial atau user-generated content (UGC) (Gilmor, 2004). Khalayak menjadi pelaku utama atau aktor dalam kerja jurnalisme dengan bantuan perangkat telepon genggam serta kamera yang tertanam tersebut dan koneksi di media sosial. Khalayak dan jurnalis profesional sama-sama melakukan kerja jurnalisme, namun yang membedakannya dengan jurnalis profesional adalah khalayak tidak dibayar untuk apa yang dilakukannya.

Kesadaran dan tentunya tidak mengharapkan imbalan menjadi landasan bagi khalayak untuk melibatkan dirinya dalam mendistribusikan apa yang disaksikan oleh mereka di lapangan. Ditambah lagi adanya kesadaran di antara khalayak bahwa berita yang ada bukanlah cermin dari realitas, melainkan agenda tersendiri dari institusi media massa tersebut. Kehadiran media sosial dan kekuatan khalayak dalam memproduksi informasi merupakan "pesaing" bagi institusi media massa dalam praktik jurnalisme. Keberadaan media sosial tidak hanya dipandang merjadi media untuk bersosial saja bagi penggunanya, namun secara sederhana sudah menjadi saluran pemberitaan yang bisa menjadi saluran alternatif dibandingkan media massa vang selama ini telah ada. Kontribusi konten oleh pengguna (UGC) dalam media sosial dapat disimpulkan ke dalam sebuah konten yang:

  • Dipublikasikan secara online,
  • berasal dari pengguna, dan
  • dikerjakan atau dilakukan oleh praktisi maupun profesional.

UGC juga melahirkan konsep yang disebut dengan 'crowdsourcing'. Konsep ini, dalam bidang jurnalisme, menunjukkan bagaimana sebuah informasi dikenmbangkan terus-menerus oleh pengguna media sosial lainnya (Tuten, 2008: 4). Crowdsourcing ini sepenuhnya terletak pada kreativitas pengguna media sosial. Misalnya, sebuah informasi yang singkat dan terpublikasi di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter akan terus berkembang dan terlengkapi oleh informasi dari pengguna lainnya. Apalagi karakter media sosial yang database, sebuah informasi akan terus tersimpan dan bisa diakses oleh pengguna kapan pun dan di mana pun. Jumlah khalayak atau pengguna media sosial, yang jauh lebih banyak dari pelanggan media massa, menjadi pertimbangan bagaimana kekuatan media sosial di bidang jurnalisme.

Sebuah akun di media sosial akan terhubung dengan akun lainnya dan akun tersebut juga memiliki jaringan pengguna dan begitu seterusnya. Karena itu, sebuah informasi yang diunggah di media sosial tentu mendapatkan perhatian yang jauh lebih banyak dan menjangkau wilayah yang lebih luas. Jumlah khalayak yang besar di media sosial pun akhirnya menjadi pertimbangan institusi media rmassa dalam menjangkau khalayak. Institusi media massa sudah tidak lagi menggunakan media sosial untuk melakukan aktivitas sosial, seperti berteman, mencari teman baru, atau berinteraksi, tetapi sudah menjadikannya sebagai saluran promosi. Lihatlah bagaimana akun Twitter, seperti @kompascom digunakan oleh redaksi Koran Kompas untuk mempromosikan berita, atau akun stasiun televisi KompasTV di YouTube yang juga digunakan sebagai media untuk menyiarkan rekaman program televisi.

Harapannya tentu saja khalayak di media sosial, dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada pelanggan media, akan tertarik untuk membaca media massa. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kehadiran media sosial dan khalayak yang ada di media sosial tidak hanya dipandang menjadi fenomena kehadiran media internet. Dalam bidang jurnalisme, maraknya pengguna media sosial dan apa saja yang bisa ditawarkan oleh beragam platform di media sosial jelas menjadi pesaing bagi institusi media massa saat ini. Bahkan, bisa dikatakan realitas ini menjadi tantangan bagi industri media untuk bertahan di era internet, industri media juga menggunakan media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan lainnya sebagai alat untuk melaporkan berita/peristiwa terbaru

Kelebihan Jurnalistik ala Media online:

  • Mampu menyajikan berita dan informasi dalam waktu yang sangat cepat
  • Aktual, real time. Berita bisa langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung. Karakter ini juga dimiliki media TV dan radio, namun kelebihan media online adalah mekanisme publikasi real time itu lebih leluasa, tanpa dibatasi periodisasi dan jadwal terbit atau jadwal siaran (program). Kapan dan di mana saja, maka wartawan media online mampu mempublikasikan berita.
  • Leluasa dengan jadwal. Bisa diterbitkan dari mana saja dan kapan saja
  • Berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah. Media online bisa menerbitkan dan mengarsip artikel-artikel untuk dapat dilihat kapan saja.
  • Multimedia. Media online dapat menyajikan informasi lebih kaya ketimbang jurnalisme tradisional, yaitu bisa menggabungkan tulisan (script), gambar (grafis), dan suara (audio), bahkan audio-visual (film, video) dalam satu kesatuan.
  • Memberi pilihan pada publik untuk memberi tanggapan, berinteraksi, atau bahkan meng-customize (menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan publik bersangkutan) terhadap berita-berita tertentu (interactivity).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun