Mohon tunggu...
Ayudya Chaerani
Ayudya Chaerani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Welcome! 🎉

Mahasiswi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Pendidikan Formal dan Adaptasi Pendidikan di Era New Normal Menurut Emile Durkheim

23 Mei 2022   09:54 Diperbarui: 22 Desember 2022   14:57 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan saat ini ada telah memasuki era new normal. Di mana memiliki kebiasaan baru dalam melaksanakan pembelajaran, seperti belajar secara daring (online), sehingga mau tidak mau melaksanakan pendidikan secara jarak jauh. Padahal sebelumnya, sekolah menghindari menerapkan pembelajaran berbasis teknologi informasi. Sebab, merasa tidak memiliki dukungan yang cukup dalam hal biaya, fasilitas, dan kompetensi guru. Banyak orang tua siswa yang sebelumnya menitipkan sebagian besar tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru dan sekolah, kini menerimanya kembali.

Memasuki new normal, beberapa daerah menyambut rencana ini dengan beragam. Daerah-daerah yang kondisinya dinilai sudah hijau menyatakan siap membuka kembali pembelajaran di sekolah. Sementara daerah yang masih terkategori kuning atau merah, tegas menyatakan penundaan dan memilih opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring.

Pandemi ini membawa angin perubahan yang menuntut revolusi mental dari umat manusia pada segala lini usia di dunia khususnya Indonesia. Lebih khusus lagi pemangku kepentingan pendidikan. Melalui kebijakan pembelajaran daring tersebut, banyak pihak terkait yang terlihat belum siap. Ini dapat kita lihat dari sisi penguasaan IT pendidik, ekonomi siswa, jangkauan teknologi menurut letak geografis, dan lain-lain.

Kurikulum Menurut Emile Durkheim

Dalam kajiannya mengenai pendidikan dan kurikulum, Durkheim melihat bahwa generasi tua memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan tentang kehidupan sosial kepada generasi muda. Dengan kata lain, akan tercipta transmisi kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat. Kebudayaan yang ditransmisikan oleh masyarakat diharapkan akan menghasilkan individu yang ideal bagi masyarakat tersebut. Selain menghasilkan idealisme, transmisi kebudayaan juga memiliki tujuan jangka panjang, yaitu terciptanya keteraturan sosial yang tertib dan harmonis. Dalam hal ini, sekolah menjadi salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan sosial di masyarakat.Selain berbicara tentang transmisi kebudayaan, Durkheim melihat bahwa keseluruhan pendidikan yang dijalankan masyarakat merupakan suatu pendidikan moral. Menurut Durkheim, moralitas dapat diartikan sebagai suatu kumpulan tugas dan kewajiban yang dapat memengaruhi perilaku individu. Adapun pendidikan dalam hal ini berusaha menciptakan sekaligus mempertahankan konsensus dan solidaritas dalam masyarakat yang semakin kompleks dan heterogen dengan menanamkan nilai-nilai moralitas di dalam masyarakat. Moralitas yang dibentuk dalam sekolah akan memengaruhi perilaku individu dalam merefleksikan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, moralitas menjadi pondasi utama dalam masyarakat.

Durkheim juga mengkaji tentang konsep kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Hal tersebut tertuang di dalam bukunya yang berjudul “Moral Education”.  Di dalam sekolah terdapat sebuah sistem aturan yang mewajibkan siswa harus datang ke kelas secara teratur dan tepat waktu. Siswa juga harus menaati segala peraturan yang dibuat di sekolah. Selain itu, siswa juga harus mengerjakan tugasnya secara disiplin dan mandiri. Semua kegiatan tersebut dilakukan agar mampu menciptakan siswa yang bermoral baik di masyarakat. Hal inilah yang mendasari Durkheim dalam mengkaji tentang kurikulum tersembunyi di sekolah.

Kurikulum Pendidikan Formal di Era New Normal 

Pendidik/Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meskipun peserta didik berada di rumah, inovasi pembelajaran merupakan solusi yang perlu didesain dan dilaksanakan oleh guru dengan memaksimalkan media yang ada seperti media daring (online). Guru dapat melakukan pembelajaran menggunakan metode e-learning yaitu pembelajaran memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat komputer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet, guru dapat melakukan pembelajaran bersama diwaktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti Whatsapp (WA), telegram, aplikasi Zoom ataupun media sosial lainnya sebagai sarana pembelajaran sehingga dapat memastikan siswa belajar di waktu yang bersamaan meskipun di tempat yang berbeda. Guru juga dapat memberikan tugas terukur namun tetap memastikan bahwa tiap hari pembelajaran peserta didik terlaksana tahap demi tahap dari tugas tersebut. Banyak lagi inovasi lainnya yang bisa dilakukan oleh pendidik demi memastikan pembelajaran tetap berjalan dan siswa mendapatkan ilmu sesuai kurikulum yang telah disusun pemerintah.

Kepala Sekolah juga harus berinovasi dalam menjalankan fungsi supervisi atau pembinaan kepada guru untuk memastikan bahwa kegiatan belajar mengajar telah dilakukan oleh guru dan peserta didik meskipun menggunakan metode jarak jauh (daring). Kepala sekolah juga dapat memberikan solusi dan motivasi kepada guru di sekolah, sehingga guru-guru yang belum siap memanfaatkan media daring dapat disupervisi dan diberi solusi. Untuk pengawas sekolah dibawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kota dan Kabupaten juga dapat berinovasi agar tetap menjalankan pengawasan dan tujuan dari supervisinya dapat berjalan dengan baik meskipun tidak harus selalu bertatap muka.

Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya yang tertuang di dalam tujuan kurikulum Pendidikan Indonesia yakni kurikulum tahun 2013 revisi 2016 mencakup empat kompetensi, yaitu (1) Kompetensi sikap spiritual, (2) Sikap sosial, (3) Pengetahuan, dan (4) Keterampilan. Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau ekstrakurikuler. Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Adapun rumusan Kompetensi sikap sosial yaitu menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Kedua kompetensi tersebut akan membentuk karakter peserta didik dan dapat dicapai melalui pembelajaran tidak langsung yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Kondisi saat ini dimana anak harus belajar dari rumah tidak memungkinkan bagi guru untuk membangun karakter peserta didik secara langsung ataupun melalui tidak langsung seperti di sekolah. Pendidikan karakter melalui pembelajaran jarak jauh saat ini dianggap minim oleh para orang tua peseta didik, meskipun pembelajaran jarak jauh ini difasilitasi oleh teknologi yang memadai. Meskipun guru harus mengajar dari jarak jauh, namun para orang tua masih sangat percaya bahwa pendidikan karakter di bawah bimbingan guru tetap diperlukan demi terciptanya tujuan pendidikan nasional sesuai amanah UUD tahun 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun