Mohon tunggu...
Ayudha
Ayudha Mohon Tunggu... Sekretaris - Marketing Enthusiast

Ingin ini ingin itu, banyak sekali.

Selanjutnya

Tutup

Money

Melihat Celah untuk Shoelace dalam Social Media Marketing

16 Juli 2019   02:45 Diperbarui: 23 Maret 2021   15:11 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Harus diakui bahwa Google memang pantang menyerah dalam usaha membangun layanan jejaring sosial dari masa ke masa. Setelah sebelumnya Google membangun jejaring sosial Google Wave, Google Friends Connect, Google Buzz, kemudian Google+ yang kesemuanya tumbang (Gizmodo,2019) kini Google melalui proyek Area120 membangun Shoelace.

Shoelace adalah jejaring sosial Hiperlokal yang dibuat dengan tujuan mempertemukaan penggunanya di dunia nyata (Business Insider, 2019). Saat ini Shoelace (masih) tersedia hanya di lingkup New York  sebagai uji coba. Melihat konsep yang diusung yaitu mempertemukan orang-orang dengan minat yang sama dan berbasis lokasi,  produk baru Google ini mirip dengan MeetUp, NextDoor, bahkan aplikasi Tinder.

Brandwatch (2019) mencatat bahwa ada 3,499 miliar pengguna aktif media sosial dengan rata-rata penggunaan sebanyak 142 menit setiap hari. Sehingga tidaklah heran apabila ternyata 91% brand bisnis menggunakan 2 atau lebih channel media sosial. Bahkan sebanyak 81% bisnis kecil dan menengah menggunakan media sosial sebagai salah satu atau sepenuhnya dalam strategi pemasarannya. 

Strategi pemasaran melalui media sosial bertujuan untuk beberapa hal seperti mendatangkan trafik/pengunjung, membangun brand, membangun kredibilitas, customer service, memudahkan interaksi dengan pelanggan, memperluas network dan meningkatkan nilai SEO (search Engine Optimization). Mengapa bisa demikian? Itu karena sifat media sosial yang digunakan adalah terbuka dan mampu menjangkau lebih luas, makin luas, dan sangat luas. 

Bagaimana bila media sosial yang digunakan bersifat seperti Shoelace? Bukankah fungsi "mempertemukan" pun bisa didapatkan juga dari grup Facebook (misalnya). 

Andai Shoelace nantinya akan seperti NextDoor yang memiliki layanan Halaman Bisnis untuk digunakan oleh bisnis lokal dalam memperkenalkan bisnisnya kepada orang sewilayahnya, maka Shoelace dimungkinkan untuk lebih mendukung pertumbuhan  perekonomian lokal dibanding media sosial yang sifatnya global karena layanan lokal membuat perputaran uang hanya di situ-situ saja, sehingga media sosial yang menggiring penggunanya untuk bertemu seperti Shoelace ini sangat sesuai untuk strategi marketing bisnis lokal jasa contohnya yaitu penjahit, katering, bimbingan belajar offline, service perabot rumah, dan sejenisnya. Bukan tidak mungkin konsep "media sosial berbasis wilayah" ini akan membuat 100% bisnis di wilayah tertentu menggunakannya sebagai channel marketing. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun