Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Migrasi TV Digital Tanpa Repot dan Tanpa Ribet

20 Agustus 2021   21:35 Diperbarui: 20 Agustus 2021   21:59 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Info; kominfo.go.id

Televisi pernah menjadi barang mewah yang saya idamkan. Ketika masih SD, saya dan adik saya sering ke rumah tetangga untuk turut menonton televisi di sana. Maklum, saat itu kedua orang tua kami belum mampu melengkapi isi rumah dengan televisi. Bisa menganti chanel sesuka hati adalah sebuah privilege mewah bagi saya kala itu. Namun, privilege itu tidak bisa saya dapatkan ketika menontonnya di rumah tetangga. 

Oleh karena itu, dulu televisi adalah barang dambaan yang saya anggap mewah. Singkat cerita, akhirnya keluarga kami memiliki sebuah televisi layar cembung berukuran 14 inch. Bersyukur rasanya tak perlu menumpang di rumah tetangga dan bebas ganti-ganti chanel, sebuah kemewahan hakiki pada masanya.

Tak terasa, kisah masa kecil saya yang mendambakan televisi telah lama berlalu. Perkembangan dari teknologi yang pertama kali ditemukan oleh Jhon Logie Baird telah begitu pesat. Dulu, televisi memiliki desain berbentuk kotak berlapis kayu berlayar cembung dengan warna tayangan hitam dan putih, hingga saat ini bermunculan televisi kotak ramping berjenis smart TV tentu dengan tayangan warna-warni yang tajam. Penyedia layanan televisi juga semakin beragam seperti bermunculannya TV kabel dan TV satelit yang berbayar.

Baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengencarkan edukasi mengenai migrasi TV Digital. Teknologi penyiaran dengan sinyal analog akan bermigrasi menggunakan sinyal digital. Sebagai orang yang awam teknologi, saya pun bertanya-tanya apakah migrasi TV Digital itu suatu urgensi? Mengapa Indonesia harus repot-repot melakukan migrasi tersebut? Lalu, bagaimana nasib para pemirsa TV lokal yang mengandalkan hiburannya dengan menonton hiburan gratis di TV, haruskah mereka membayar untuk menonton TV?

Begitu banyak pertanyaan berkecamuk di benak saya terkait rencara migrasi TV digital, perlahan saya mencoba mencari jawabannya. Ternyata migrasi TV digital tak serumit apa yang saya pikirkan. Di balik rencana migrasi TV digital, ternyata terdapat berbagai manfaat bagi para pemirsa setia televisi. Perencanaannya pun telah disusun secara matang dan disahkan melalui undang-undang. Oleh karena itu kita perlu banyak memahami informasi terkait migrasi TV digital, manfaatnya, serta cara menggunakannya. Hal ini penting agar kita tidak berprasangka buruk terhadap kebijakan pemerintah tersebut.

Migrasi Siaran Televisi Analog ke Digital

Siaran televisi digital adalah penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF/UHF sama halnya dengan penyiaran analog, namun sinyalnya menggunakan konversi digital MPEG-2 yang dapat menyiarkan audio dan visual yang lebih jernih. Hal tersebut seperti dikutip melalui unggahan instagram @siarandigitalindonesia. Pemerintah semakin gencar memberikan edukasi dan informasi mengenai migrasi TV digital. Secara bertahap proses migrasi mulai dilaksanakan secara bertahap. Kabarnya proses migrasi TV digital direncanakan selesai pada bulan November tahun 2022. Pemerintah mengambil kebijakan tersebut tentu bukan tanpa alasan.

Negara-negara di Eropa, Afrika, Asia, dan berbagai daerah lainnya telah menyelesaikan proses migrasi televisi analog ke digital atau dikenal dengan Analog Switch Off (ASO). Indonesia termasuk negara tertinggal dalam proses digitalisasi penyiaran. Hal tersebut seperti penjelasan pada kanal resmi Kemenerian Kominfo yang melansir pada hasil World Radiocommunication Conference tahun 2007 yang diselenggarakan oleh anggota International Telecommunication Union (ITU). Mengingat alasan itu, Indonesia harus segera melakukan proses ASO dan melakukan migrasi penyiaran TV digital.

Penggunaan sinyal analog dinilai boros frekuensi. Sebanyak 328 Mhz yang digunakan TV analog, dapat dihemat menjadi 176 Mhz, ketika proses migrasi TV digital telah dilakukan. Sisa frekuensi yang tersisa dapat digunakan untuk keperluan lain, misalnya memperluas layanan internet 5G. Satu infrastruktur atau satu saluran pada TV analog hanya dapat dapat digunakan satu stasiun TV, sedangkan pada TV digital dapat digunakan banyak chanel sehingga ada penghematan dari sisi infrastruktur. Kedepannya, kebijakan migrasi TV digital diharapkan dapat memacu tumbuhnya konten-konten kreatif yang dapat tayang di televisi, sehingga lebih banyak pilihan untuk ditonton.

Saya termasuk di antara masyarakat awam yang rasanya tidak perlu memusingkan bagaimana proses migrasi siaran TV analog ke digital. Kementerian Kominfo yang berwenang menjadi tangan pemerintah untuk migrasi TV digital, tentu telah memiliki rencana matang yang dinaungi oleh orang-orang ahli di bidangnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun