Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Mengintip Tradisi Membangunkan Sahur di Berbagai Negara

1 Mei 2021   21:17 Diperbarui: 1 Mei 2021   21:33 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: asliindonesia.net

Sahur adalah hal yang tak terpisahkan ketika melakukan ibadah puasa di Bulan Ramadan. Sahur memiliki manfaat dari sisi kesehatan seperti menjadikan imun tubuh menjadi lebih baik, bermanfaat bagi sistem pencernaan, peredaran darah, hingga metabolisme tubuh. Ditinjau dari sisi agama, sahur adalah bagian dari sunah dan terdapat keberkahan di dalamnya. Kita pun dianjurkan untuk sahur meski hanya meneguk segelas air.

Bangun sahur terkadang terasa begitu berat, tapi raga dipaksa tetap melesat untuk bersiap menyiapkan makanan meski kantuk tak terelakan. Namun ditengah momen sahur itu, ada pasukan yang dengan senang hati berarak-arak, berkeliling kampung untuk berteriak "sahur...sahur." Mereka meneriakkannya sembari mengiringinya dengan bunyi-bunyian yang berasal dari pukulan galon, kaleng cat, kentongan kecil, atau bahkan alat musik sesungguhnya. Mungkin terdengar berisik, tapi tak dapat dipungkiri seringkali pasukan itu memaksa kita untuk bangun dan perlahan kantuk pun menghilang.

Entah sejak kapan dimulai, tetapi tradisi membangunkan sahur masih bertahan hingga saat ini. Di Indonesia sendiri, tradisi ini memiliki beragam nama pada berbagai daerah. Tak hanya di Indonesia, ternyata di berbagai negara pun terdapat tradisi serupa ketika waktu sahur tiba.

Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya akan tradisi, termasuk tradisi dalam membangunkan orang untuk sahur. Istilah-istilah berbeda disematkan untuk tradisi ini, beberapa diantaranya adalah ngarak bedug, koko'o suhuru, ubrug-ubrug, dengo-dengo, dan bagarakan sahur (sumber: goodnewsfromindonesia.id). Semuanya memiliki ciri khas masing-masing  

Tradisi ngarak bedug atau bedug sahur berasal dari Jakarta khususnya warga asli suku Betawi. Prosesi ini dilakukan dengan cara membawa gerobak yang berisi bedug, lantas membawanya berkeliling kampung sembari memukulnya. Tak hanya itu rombongan pun membawa alat pelengkap lainnya seperti genta, rebana, dan genjring. Rombongan ngarak bedug ini berasal dari berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewa. Sembari membunyikan piranti musik yang dibawakannya, tak lupa mereka berjoget sambil bernyanyi.

Selanjutnya adalah tradisi koko'o suhuru atau ketuk sahur. Tradisi ini berasal dari Gorontalo, rombongan membangunkan warga untuk sahur dengan diiringi bunyi-bunyian dari barang bekas, sembari menyanyikan lagu daerah. Berbeda lagi dengan daerah Karawang Provinsi Jawa Barat atau tepatnya di kecamatan Tempuran. Tradisi yang diusung di sana bernama tradisi ubrug-ubrug. Rombongan warga membangunkan sahur dengan cara berkeliling kampung dengan memainkan alat musik tradisional dipadukan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sinden.

Daerah Kota Bungku, Ibu Kota Kabupaten Morowali, Sulawesi Selatan memiliki tradisi bernama "dengo-dengo" untuk membangunkan orang sahur. Warga berkumpul di dengo-dengo yaitu bangunan tempat istirahat yang menjulang tinggi, terbuat dari batang bambu sebagai penyangga dengan lantai dari papan dengan ukuran kurang lebih 3x3 meter persegi beratap daun sagu dan didirikan menjelang Bulan Ramadan secara bergotong royong bersama warga. Untuk membangunkan warga pada dini hari, warga yang umumnya pemuda berkumpul di dalam dengo-dengo. Ketika waktunya sahur tiba, mereka menyerukan seruan untuk membangunkan warga dari dengo-dengo.

Tradisi Dengo-Dengo, Sumber Gambar: goodnewsfromindonesia.id
Tradisi Dengo-Dengo, Sumber Gambar: goodnewsfromindonesia.id

Daerah di Pulau Kalimantan menamai tradisi membangunkan orang sahur dengan istilah bagarakan sahur. Dahulu, warga menggunakan gong lalu berjalan keliling kampung untuk membangunkan sahur. Namun di daerah hulu sungai Kalimantan Selatan menggunakan alat musik seperti babun, agung, serta seruling. Kini tradisinya tetap ada, hanya saja warga lebih memilih untuk menaiki kendaraan. Berbeda lagi untuk daerah Barabai, warga di sana menggunakan gerobak sapi sambil membawa alat-alat untuk membangunkan warga sahur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun