Mohon tunggu...
Ayu Anissa
Ayu Anissa Mohon Tunggu... Guru - Teacher

PENULIS  Kumpulan Cerpen “Alice de Wijn” ISBN 978-602-490-612-2 Tahun 2019 Penerbit CV. Intishar Publishing  Antologi Puisi “Janji Temu di Sudut Kota” ISBN 978-602-490-797-6 Tahun 2019 Penerbit CV. Intishar Publishing PENULIS KOLABORASI  Kumpulan Cerpen untuk Anak “Ini Dunia Anak” ISBN 978-623-7384-40-3 Tahun 2019 Penerbit CV. Harasi  Antologi Cermin “Cerita Mini untuk Anak” ISBN 978-623-7384-65-6 Tahun 2020 Penerbit CV. Harasi  Kumpulan Cerpen Horror “Sanggar” ISBN 978-623-94063-8-7 Tahun 2020 Penerbit Megalitera  Kumpulan Cerpen “Kebun Bunga Itu Telah Kering” ISBN 978-623-6656-37-2 Tahun 2021 Penerbit Megalitera

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Tanpa Cerita

18 Januari 2023   11:01 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:06 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                    Jari-jemari Prasasti tengah menari lincah di atas keyboard laptopnya ketika seorang wanita muda tertangkap sudut matanya berdiri termenung di depan kotak kaca di tengah ruang pameran itu. Wanita itu nampaknya berusia petengahan dua puluhan, seumuran dengan Prasasti. Ia mengenakan baju kebaya hijau muda cerah yang dipadukan dengan kain jarik cokelat tua dan kemben sewarna daun. Cantik sekali, pikir Prasasti. 

                    Keadaan di ruang pameran itu hening, hanya suara celetakan keyboard Prasasti yang terdengar. Walau hari sudah beranjak malam, Prasasti masih setia di tempatnya. Teman-temannya telah pulang ke rumah masing-masing beberapa waktu yang lalu, tepat setelahruang pameran ditutup. Dia adalah ketua pameran seni tahun ini, mau tidak mau dia harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas akhir ini dan laporan yang menyertainya.

                   "Woi ..." sapaan Widhi mengejutkan Prasasti yang masih sibuk dengan laporan pelaksanaan pameran.

                   "Buset! Kowe ngagetin, Wid, kukira setan," ujar Prasasti menoyor kepala temannya yang terkekeh-kekeh itu.

                   "Hahaha ... serius banget, sih, bro, ngapain emang?" tanya Widhi mengambil tempat duduk di depan Prasasti.

                   "Laporan pameran, dodol," jawab Prasasti kembali menatap layar laptopnya. Duhh, mata gua kabur, pikir Prasasti menekan kedua kelopak matanya.

                   "Istirahat dulu, bro, besok juga masih ada waktu," ujar Widhi. Ia mengedarkan pandangannya menyusuri ruang pameran berukuran satu lapangan basket itu.

                   "Kok ngeri, ya, lama-lama?" ujarnya lagi.

                   "Ngeri kenapa?" tanya Prasasti menutup laptop dan merapikan meja kerja kecil dihadapannya. "Yuk lah," katanya lagi kemudian beranjak.

                   "Rasanya kayak kita nggak cuma berdua disini," jawab Widhi ngacir menjajari langkah Prasasti.

                   "Nggak usah aneh-aneh, deh, Wid!" ujar Prasasti sembari mengunci ruang pameran itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun