Donald Trump kembali menunjukkan gaya negosiasi nya yang khas , dengan mendobrak aturan yang telah disepakati, mengguncang ekspektasi global, serta menciptakan narasi yang mungkin hanya ia pahami ujungnya. Keputusannya kini untuk menangguhkan/menunda tarif impor bagi 90 negara, namun tetap menaikkan tarif secara tajam terhadap Tiongkok (China), sungguh memperlihatkan bahwa sang deal maker tidak pernah bermain sesuai skrip yang sama dengan pemain lain.
Ibarat duduk di meja poker ekonomi global, di mana setiap negara telah membuka kartu nya masing masing, menyusun strategi, dan mengajukan taruhan, Trump lebih memilih untuk berdiri. Ia tidak membalik meja, tapi ia mencabut kartu secara tiba tiba kemudian mengubah aturan, dan meminta permainan diulang dengan menyesuaikan kondisinya sendiri. Ini bukan kali pertama, tapi setiap kali ia melakukannya, pasar dunia gemetar dibuatnya, begitu juga kepanikan dunia merespons hal ini.
Keputusan ini tentu membawa pesan ambivalen, Â di satu sisi, ia membuka ruang negosiasi bagi sebagian besar negara yang selama ini khawatir dengan proteksionisme AS. Namun di sisi lain, ia menegaskan secara tersirat bahwa China tetap dianggap sebagai ancaman utama bagi dominasi ekonomi Amerika. Bukan hanya soal neraca perdagangan, tetapi soal siapa yang memimpin panggung global yang akan memberi dampak terhadap Ekonomi Global.Ibarat arena permainan sedang berada di bawah kendalinya.
Langkah ini memberi efek jangka pendek yang positif bagi sebagian mitra dagang AS, khususnya negara berkembang yang kini terbebas dari tekanan tarif. Namun volatilitas masih akan membayangi, karena keputusan Trump tidak disertai kejelasan arah jangka panjang. Para pelaku pasar melihat ini bukan sebagai sinyal stabilitas, melainkan bentuk manuver yang bisa berubah kapan saja. Dalam dunia di mana kepercayaan adalah modal, ketidakpastian sendiri adalah sebuah racun.
Berbeda dengan negara lain, Trump justru menaikkan tarif China menjadi 125% dan sifatnya berlaku sesegera mungkin, yang didasarkan atas kurangnya rasa hormat China terhadap pasar dunia. Hal ini terjadi setelah China memberi respons balasan dengan memberlakukan tarif 84% pada impor Amerika. Â Aksi balas membalas ini tentu berimplikasi mengganggu rantai ekonomi global, serta menciptakan ketegangan baru di tengah upaya dunia memulihkan pertumbuhan ekonomi pasca krisis.
Namun, Trump tetap konsisten dengan citra dirinya yaitu sebagai  negosiator yang tidak pernah segan membatalkan kesepakatan jika merasa ada peluang menang lebih besar dengan cara lain. Tapi dalam dunia yang saling terhubung erat satu sama lain, keberanian untuk berdiri dari meja justru bisa membuat meja itu ditinggalkan pemain lain. Dan saat kepercayaan hilang, bahkan kartu terbaik pun tak cukup untuk memenangkan permainan.
Lantas, apakah dunia siap terus bermain di meja  yang bisa ditinggalkan sewaktu waktu oleh sang deal maker ? Let we see.
Ayu Hendranata
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI