Mohon tunggu...
Ayu FitriKhairunnisa
Ayu FitriKhairunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

we rise by lifting order

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Kemajuan Teknologi Digital: Kesehatan Mental Pemuda Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

21 Oktober 2021   15:37 Diperbarui: 21 Oktober 2021   15:40 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap individu itu berbeda, dari latar belakang ekonomi, keluarga, agama, dan lain sebagainya. Hiburan-hiburan di media sosial saat ini (contoh YouTube, Instagram, Facebook, TikTok, dan lain-lain) menunjukan kemewahan dan kepopuleran yang rasanya sulit sekali untuk dicapai, bahkan saat dunia dalam keadaan normal. Dan karena mereka hanya punya satu-satunya hiburan di rumah, maka konten tersebutlah yang dikonsumsi oleh para pemuda setiap harinya selama pandemi covid-19 berlangsung di Indonesia.

Anak muda dikenal tak mau kalah dan tak mau dicap ketinggalan Trend. Mereka tak bisa berpikir jernih untuk melihat perbedaan antara konten yang dikonsumsi dengan kemampuan diri untuk mengikuti. Sehingga acap kali menjadi salah satu penyebab kecemasan yang berlebihan.

Sangat mudah untuk melihat bagaimana teori perbandingan sosial dapat diterapkan pada platform media sosial yang digunakan saat ini, dan efek platform ini terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan. 

Terlibat dengan orang lain melalui platform media sosial dapat menimbulkan perbandingan sosial ke atas yang negatif di mana individu membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain, yang mengarah ke perasaan negatif tentang diri sendiri. Media sosial lebih lanjut dapat memfasilitasi pembentukan peringkat sosial karena kecenderungan orang untuk menampilkan diri dan pengalaman mereka dalam cahaya yang dominan positif (Manago, Graham, Greenfield, & Salimkhan, 2008).

Media sosial memberikan kendali atas bagaimana orang lain melihat kita, sehingga daripada menggambarkan kerentanan kita, profil yang dimediasi secara sosial dapat diedit dan ditampilkan di bawah kendali kita (Manago et al., 2008). Hal ini terutama terlihat pada beberapa platform media sosial seperti Instagram yang tampaknya memiliki elemen perbandingan sosial yang ditingkatkan terutama dalam kaitannya dengan citra tubuh. Slater, Varsani, dan Diedrichs (2017) secara eksperimental memeriksa 160 kepuasan tubuh, apresiasi tubuh, belas kasih terhadap diri sendiri, dan suasana hati wanita sarjana saat terpapar gambar 'fitspiration', kutipan self-compassion, atau penampilan gambar netral. Perbandingan diri melemahkan dampak negatif dari gambar media sosial pada kepuasan tubuh jika dibandingkan dengan gambar fitspiration saja.

Ada kemungkinan bahwa komunikasi yang dimediasi secara digital juga mendorong peningkatan pengalaman subjektif kesepian yang dilaporkan, masalah sosial yang berkembang yang diamati oleh seluruh pemuda. Kesepian adalah pengalaman subjektif dari isolasi sosial dan dialami ketika ada perbedaan antara jenis hubungan interpersonal yang diinginkan seseorang dibandingkan dengan hubungan yang dirasakan seseorang (Perlman & Peplau, 1982).

Manusia memiliki kebutuhan bawaan untuk memiliki (Beutel et al., 2017; Heinrich & Gullone, 2006); pengalaman subjektif kesepian terkait dengan kualitas hubungan manusia (Lim & Gleeson, 2014). 

Teknologi digital telah menjadi mediator baru dalam interaksi sosial kita dan, bagi sebagian orang, menjadi metode komunikasi yang disukai. 

Mengesampingkan faktor-faktor seperti tinggal di lebih banyak keluarga inti jauh dari keluarga besar, terlibat dalam sarana komunikasi yang dimediasi secara digital daripada kontak tatap muka tampaknya berdampak pada tingkat kesepian yang dilaporkan. Terkait dengan kesepian adalah dukungan sosial dan rasa memiliki, yang memiliki implikasi penting bagi kesejahteraan dan kesehatan mental.

Rasa kesepian, iri, dan gengsi yang kerap kali dirasakan oleh anak muda saat mengonsumsi konten di media sosial, menghadirkan sebuah rasa yang terus menumpuk hingga menjadi penyabab kesehatan mental mereka. Akibatnya, mereka menjadi minder dan kurang percaya diri dengan apa yang mereka miliki. Ada standar-standar baru yang mereka ciptakan sendiri sesuai dengan keiiginan mereka yang tak bisa dimiliki.

Cara yang tepat untuk meminimalisir kecemasan dan menjaga kesehatan mental adalah, dengan menjadi pembuat konten, bukan lagi menjadi penikmat saja. Muda-mudi bisa belajar membuat konten-konten kreatif, edukatif, inovatif, dan informatif; yang tidak melulu tentang kekayaan dan kepopuleran, di saat waktu istirahat mereka. Karena perkuliahan dan pekerjaan dilakukan di rumah, maka akan ada waktu tambahan dibandingkan saat offline. Kehadiran konten-konten positif dapat menghasilkan konsumsi yang positif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun