Akan terdengar klise jika Anda menjawabnya dengan: memasak, mencuci pakaian, mengantar anak-anak ke sekolah, sampai menjaga mereka saat sakit.Â
Saat ini, sebagian ibu mulai menolak peran tradisional tersebut. Tidak heran, jika tidak kompeten berkarir di kantoran, para ibu akan melirik kesempatan mencari cuan dengan memanfaatkan pertemanan di media sosial. Mereka lazim memasarkan makanan, pakaian, bahkan produk perawatan kulit. Bisnis online tersebut terhitung sangat ramai saat ini.
Tetapi untuk ibu seperti saya, terus terang saja saya lebih senang menjalani pekerjaan domestik meski dinilai remeh-temeh bahkan tidak produktif. Dengan begitu saya bisa menjaga kedekatan dengan anak-anak.Â
Bermula dari rumahÂ
Setiap keluarga mempunyai konsep yang berbeda tentang rumah. Bagi saya pribadi, rumah bukan sekedar tempat berteduh ataupun tempat untuk bermain ponsel dengan wifi gratis sepanjang hari.Â
Jujur saja, kami tidak mempunyai bentukan rumah yang ideal. Namun saya tetap ingin menciptakan rumah sebagai tempat anak-anak menemukan nilai tentang diri mereka, serta keyakinan bahwa mereka dicintai.Â
Kehadiran orang tua bagi anak-anakÂ
Kehadiran orang tua secara fisik dan emosional bagi anak-anaknya sangatlah penting. Tidak saja berpengaruh pada perkembangan mental anak, tetapi juga pola perilaku sehari-hari.
Bercermin dari pengalaman masa kecil suami yang mendapatkan pengabaian orang tua. Rasa kesepian dan terpinggirkan yang terjadi secara intens, membentuk luka batin yang terbawa hingga ke masa dewasa.
Selama pernikahan, saya melihat sosok anak kecil yang terperangkap dalam diri suami. Selain itu, suami selalu mencari validasi untuk bisa merasa berharga. Tentu saja kedua hal ini mengganggu relasi kami berdua.
Setali tiga uang dengan itu, semasa dulu saya dan adik dibesarkan di rumah dengan kondisi ibu yang bekerja di luar rumah. Meski kami tidak bersaudara banyak, namun orang tua tidak mempunyai cukup waktu untuk membersamai saya dan adik.