Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demi Hidup, Mereka Rela Mati

21 November 2021   21:43 Diperbarui: 21 November 2021   21:47 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Demi Hidup, Mereka Rela Mati|foto: dokpri

Dua anak ayam piaraan, mati tenggelam dalam ember besar. Istighfar, terhenyak, kaget, menyesal, sedih. Betapa, saya memberikan mereka prioritas untuk urusan menggemukkan badan. Menjaga jangan sampai ayam-ayam lain datang merebut pakan. Juga, saat mendung tebal menutupi langit, mau repot mengumpulkan enam ekor anak ayam dan induknya agar tidak kehujanan. 

Rupanya semalam ada banyak laron. Serangga bersayap dari metamorfosa anai-anai itu, telah mengantarkan ajal anak ayam sepagi ini.

Seketika saya terdiam, tercenung dan berpikir. Apakah mereka, kedua anak ayam ini, telah mempertaruhkan hidupnya untuk bisa makan?

Pikiran saya lalu mengembara. Baru saja semalam, membaca cerpen gadis kecil pemulung yang berjuang untuk bisa bertahan hidup. Serta dua hari sebelumnya, saya membaca cerpen tentang Cileni, gadis miskin di kolong jembatan yang akhirnya mati kelaparan.

Urusan perut, memang teramat dahsyat. Sepintas memang terlihat sebagai sepiring nasi untuk membuat kenyang. Tapi entah mengapa kisah tentangnya bisa sangat dramatik.

Pernah mendengar profesi penebang pohon kelapa? 

Penebang pohon kelapa, terpental dan jatuh|foto: facebook Yeni Sinaga
Penebang pohon kelapa, terpental dan jatuh|foto: facebook Yeni Sinaga

Apakah kita cukup ngeri bila pekerjaan tersebut dilakoni orang tua atau saudara kita?

Sanggupkah kita membayangkan batang pohon kelapa yang telah ditebang pucuknya, akan meliuk dan berayun sedemikian rupa mengancam nyawa?

Jika kita meyakini kematian adalah takdir Sang Kuasa dan akan menemui siapa saja bila tiba waktunya, bukankah ada sangat banyak cara berikhtiar yang tidak terkesan mempertaruhkan keselamatan jiwa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun