Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesepian telah Mendatangimu

18 November 2021   18:58 Diperbarui: 18 November 2021   19:06 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesepian telah Mendatangimu|foto: apps.samsung.com

Apa yang terpikir olehmu tentang taman? Di saat orang-orang sibuk bertetirah ke luar negeri, kau dan aku justru hanya memilih taman. Kedengarannya begitu sederhana, bukan?

Aku sendiri tak tahu pasti, apakah aku bahagia menjadi kekasihmu? Menghadapi ledekan teman-temanku tentang apapun yang tak bisa kau berikan sebagai hadiah untuk gadis sebaik aku.

Entahlah, mungkin kata hatiku sudah benar. Aku membaca dari beberapa buku, bahwa jodoh sudah digariskan. Kita tidak bisa maju ataupun mundur barang selangkah. Dan menjadi tidak adil bila perasaan yang terukir indah di hati ini, harus dirusak oleh tuntutan-tuntutan, oleh ketidakberdayaanmu, yang akhirnya menyudutkan, serta menghempaskan kita dalam-dalam.

Aku paham apa yang kubutuhkan dari seorang sepertimu. Hanya kesetiaan, bukan? Tentang materi, mungkin aku bisa membantumu. Dan satu-satunya yang tidak kumiliki hanyalah kehangatan.

Ya, aku begitu gembira bila kau menghubungi. Sekedar ajakan bercengkerama di bangku taman, ditemani sebungkus kacang dan secangkir espresso. Lalu mengalir senyum tawa kita.

Pernah, perjumpaan kita diwarnai debat kecil tentang keinginanmu jauh-jauh terbang menuju DSP Mandalika. 

Katamu bukit Merese adalah bukit cinta yang tak begitu menantang pendaki gunung sepertimu. Dia bisa dinaiki para muda dengan hanya berjalan santai, tanpa tali-temali dan drama tersesat. 

Katamu, justru bukit itu terlalu menawan dan menggoda, untuk tidak didatangi oleh kita sendiri. Bahkan ia sudah mendunia, tertulis dalam peta para pelancong manca negara. Dengan apa lagi, kau tunjukkan cinta pada ibu pertiwi?

Aku bungkam, terdiam. Di satu sisi aku bangga, rasa cintamu pada tanah air telah mendarah daging. Bahkan jauh sebelum kau mengenal gadis naif sepertiku. Tapi di sisi lain aku merasa kau jahat. Kau telah menyudutkanku dengan sebuah pertanyaan.

Bangku taman, mungkin tak bisa bertahan. Panas dan hujan membuatnya lekang dimakan waktu. Menua, dan terganti dengan yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun