Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Nenekku Adalah Pahlawanku

9 November 2021   12:02 Diperbarui: 9 November 2021   12:07 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nenekku adalah Pahlawanku|foto dari themotherofnine9.wordpress.com

Tak semua orang punya ibu. Ya, contohnya aku. Sejak bayi, neneklah yang mengasuh dan merawatku. Kata nenek, ibu mengembuskan nafas terakhir saat melahirkanku. Sementara ayah, akhirnya menikah dengan wanita lain.

Aku tak sakit hati, bila melihat teman-teman di sekolah datang dan dijemput oleh orang tuanya, sementara aku hanya berjalan kaki sendiri. Itu karena nenek sudah terlalu tua untuk menemaniku. Aku harus menerima apapun takdir kehidupanku.

Mungkin rasanya cukup berbeda, dibesarkan oleh ibu kandung atau nenek, seperti yang kualami. Tapi aku bahagia, karena nenek sangat menyayangiku.

Temanku sebangku di sekolah, Keenan, kurasa tak seberuntung nasibku. Ibu dan ayahnya bekerja dari pagi hingga sore, lima hari dalam seminggu. Yang menemaninya di rumah hanyalah nona Susan, penjaganya. Meski ia wanita yang baik, tetapi mereka tak mempunyai pertalian darah. Aku yakin itu pasti berbada.

Pagi hari, nenek sudah membangunkan. Segelas susu hangat dan roti gandum di meja, tersaji untukku. Nenek bilang aku harus menyempatkan sarapan, sebab itu akan sangat berguna.

Beberapa bulan yang lalu, nenek masih menggosok-gosok badanku dengan sabun. Nenek memandikanku pagi dan sore. Tapi sejak aku sekolah, aku belajar untuk melakukannya sendiri. 

Selesai berdandan, yang tetap dilakukan nenek adalah mencium pipiku dan bilang aku begitu cantik dan wangi. Kurasa seorang penjaga anak tak akan melakukan itu, bukan?

Ini berlangsung terus sampai aku berusia sebelas tahun. Selanjutnya, akulah yang mendatangi nenek untuk mencium keningnya pagi dan sore. Ya, karena nenek sangat berjasa menjaga dan merawatku selama ini.

Kuceritakan lagi, dulu sepulang sekolah aku selalu bebas bermain. Memanjat pohon ceri merah atau bermain seharian di padang rumput dan semak. Mencari bunga-bunga liar, lalu melingkarkannya ke rambutku. Semua menyenangkan hatiku. Apalagi nenek tak pernah memarahiku.

Pada libur sekolah, tentu aku menemani nenek mencari ranting kayu bakar. Mosi dan Dudu, kucingku, menemani kami keluar masuk hutan. Tingkahnya sangat manja, membuat hari-hariku tak pernah kesepian.

Kata nenek, hidup itu sama saja. Tergantung bagaimana hati kita menerimanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun