Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selamat Jalan Omar, Aku Pasti Mencarimu

23 Juli 2021   09:03 Diperbarui: 23 Juli 2021   13:49 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemakaman pasien corona (foto via kompas.com)

Malam seperti beku. Perut yang belum terisi sejak siang, bertambah melilit jadinya. Apakah aku ditunggu saat ini juga?

Vivi seringnya main preng demi konten. Ah, apakah aku harus percaya pada anak tengil itu? Awas saja kalau berani jual nama Omar demi mengerjaiku tengah malam begini.

Kuputuskan berganti baju dan mengetuk pintu rumah sebelah. Sekali-sekali mengganggu kang ojol lagi tidur, apa boleh buat.

*

Orang bilang, kalau cinta janganlah menyusahkan. Agaknya prinsip ini yang dipegang Omar di akhir hidupnya. Pantas saja minggu-minggu terakhir ini ia tak ingin ditemui. Ia seakan menutup diri dariku. Padahal sejak bapak pulang kampung, praktis tak seorang pun yang menemaninya dua bulan terakhir.

Untunglah Vivi menjadi tetangga sekaligus sahabatnya. Kalau tidak, bahkan melihat sosok Omar terakhir kali sebelum disimpan dalam peti, tidak akan terjadi. Ternyata Vivi tak seburuk penilaianku.

"Aku pasti mencarimu, dan pasti merindukanmu. Entah apakah aku bisa melewati ini," bisikku dari kejauhan. 

Begitu beruntun korban terpapar yang tewas, dibawa ambulans jauh lebih sering dari sebelumnya. Kini kabar kematian itu bukan hanya berita di media, tapi menimpaku tanpa pilih kasih.

Kulihat sekelompok orang dengan seragam APD, bahu-membahu menutup kembali tanah peristirahatan khusus penderita covid 19.

Entah apakah ada gunanya memanggil Bapak ke Jakarta. PPKM ini tidak akan membiarkan siapapun bebas keluar-masuk apapun urusannya.

Siang menjadi sangat terik. Matahari menimpa tanpa sedikitpun ada semilir angin. Aku tergugu di bawah pohon halaban, tanpa bisa melihat dari dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun