Malam hari sesudah isya, semuanya rampung dan artikel klik tayang.
Tapi entah apa sebabnya, artikel tersebut tidak dapat dibuka, dibaca atau share ke media sosial seperti biasa. Empat orang Kompasianer sempat menyampaikan pada saya.
Sebagai perempuan yang tak cukup mental, hati saya tentu remuk redam. Usaha saya tak membuahkan apa-apa. Tidak ada seorang pun yang akan mengetahui apa yang saya ceritakan.Â
Sampai salah satu Kompasianer menyemangati dan menyarankan mengirim ulang tulisan.
Ah, bagaimana bisa?Â
Saya tak punya salinan. Saya langsung menggunakan dashboard Kompasiana sejak awal bergabung!
Saya mengambil hikmah dari kejadian ini. Bahwa saya harus mempunyai salinan sebelum mengirimkan tulisan.
Berita gembira datang juga
Sejujurnya, one day one article sudah cukup menyita perhatian. Mengingat masih banyak aktivitas ibu rumah tangga seperti saya.
Tapi untuk mengimbangi tulisan yang tidak biru, saya memacu diri untuk membuat 7 artikel lain termasuk cerpen, ditambah 4 judul puisi.
Hasilnya alhamdulillah. Dari total sebelas judul, sembilan di antaranya mendapat label bahkan salah satunya masuk sebagai artikel utama. Â Rasa kecewa yang dulu, rasanya cukup terobati karenanya.