Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Baik-baik Saja

27 April 2021   08:42 Diperbarui: 27 April 2021   10:30 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tug boat di pelabuhan Palaran (dokpri)

Aku juga punya seorang ayah. Bahkan ayah yang mencintaiku. Ayah bekerja untuk menghidupi Bunda, aku dan Tyo adik semata wayang.

Berkali-kali aku mencoba menghibur diriku. Kudekap foto ayah dan kubawa tidur. Seringkali kuyakinkan, di sana ayah baik-baik saja. Dan di sini pun aku harus baik-baik saja.

Kata Bunda, justru aku jangan cengeng. Semua ayah harus bekerja. Harus bertanggung jawab menafkahi keluarganya. Justru aku harus belajar di sekolah dengan penuh semangat. Aku harus mempunyai nilai yang bagus. Aku harus menunjukkan prestasi pada ayah. Ayah pasti senang mempunyai anak yang pintar. Punya nilai 80 ke atas.

Aku setuju. Di kelas tiga aku mulai giat belajar. Aku berusaha memperbaiki nilai pelajaran di sekolah. Apalagi aku akan menghadapi kelulusan. Aku ingin lulus dengan nilai memuaskan. Aku ingin ayah bahagia.

"Terima kasih ya, Nduk. Mudah-mudahan kamu bisa masuk SMA favorit. Ayah bangga..." begitulah komentar ayah. Kedua lesung pipitnya sampai kelihatan karena tersenyum. Kedua tangannya memegang kedua bahuku. Aku pun mendekap ayah erat-erat. Tak mau ayah pergi lagi.

Ayah adalah seorang kapten kapal. Pekerjaannya cukup berat. Wajah ayah begitu serius. Bahkan saat ayah pulang, ayah tak bisa bercanda-canda seperti ayah lain. 

Ayah tak pernah membawa hal pekerjaannya ke rumah. Waktu kepulangan ayah yang hanya dua minggu, kami habiskan dengan pergi jalan-jalan. Membeli pakaian, sepatu, tas dan semua keperluan kami.

Ayah sangat menyayangi kami. Ayah berusaha membahagiakan kami. Saat ayah pulang kami selalu menikmati makan bersama. Bagiku ini kenangan yang sangat berharga. Aku selalu bergelayut di lengan ayah. Tak perduli Tyo meledekku.

Mereka yang bertemu ayahnya setiap hari, malah tidak mempunyai perasaan sebesar ini. Tidak pernah memahami arti ayah dalam hidupnya. Ayahnya terasa biasa saja.

Tibalah usiaku 17 tahun. Aku ingin saat hari kelahiranku tiba, ayah ada di sini. Ayah pulang ke rumah dan hadir di antara tamu undangan. Aku ingin mereka semua tahu siapa ayahku. Ayah yang hebat, yang selalu kupuja dan kubanggakan.

Tapi ayah tak datang. Masih dua hari lagi baru akan bertolak dari pelabuhan Singapura.  Aku kembali merasa sedih. Hatiku mulai hancur. Ayahku bak orang sibuk. Ayah ada tapi tak ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun