Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rahasia Seorang Istri

11 Maret 2021   21:13 Diperbarui: 14 Maret 2021   11:27 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perbincangan di taman. (sumber: pixabay.com/andid_Shots)

Korden putih di pintu kamarnya bergoyang. Siti sang keponakan yang beberapa lama ini membantunya, masuk dengan baki kecil berisi roti panggang.

Aluh tersenyum melihat gadis muda itu. Siapa lagi yang merawatnya, sementara anak-anaknya sudah sibuk dengan rumah tangga mereka masing-masing.

"Su'... jangan kada ingat lah, Nanang handak tulak jam sepuluh... Busu' pakai baju nang hanyar ditukarkan Nanang haja, gin..."
(Bi, jangan lupa Paman ingin pergi jam sepuluh, yaa. Bibi gunakan gamis baru yang Paman belikan saja...)

Selesai berkata begitu, Siti meninggalkan Aluh yang hanya tersenyum mengangguk. Biasanya ia akan langsung memasak di dapur. Tugas-tugasnya akan selesai sebelum jam makan siang.

Perempuan itu tak membuang-buang waktu. Ia takut suaminya yang pencemburu itu menegurnya. Segera dikulumnya roti di baki kecil. Nikmat selagi hangat.

Ia memang masih sangat muda saat dipinang keluarga suaminya. Masih tujuh belas tahun. Tapi ia belajar bahwa mematuhi suami itu akan mendatangkan keberkahan. 

Lihat saja, sejak anak-anak mereka memasuki masa pubertasnya, suaminya malah melarangnya ini dan itu. Kalau dibilang takut Aluh kelihatan cantik lalu digaet orang, rasanya kurang pas. 

Tapi suaminya malah berdalih laki-laki justru lebih suka perempuan yang mulai menua. Gejolak birahi mereka semakin membuat tertantang. Apalagi istri orang. Tak perlu repot-repot menafkahi. Kalau bosan, langsung ditinggal pergi.

Harga diri Aluh terinjak seketika. Matanya berubah menjadi danau. Apalagi usaha untuk meyakinkan Hakim hanya sia-sia. Apa daya ia tak mau meminta cerai hanya karena masalah ini. Rezeki mereka sedang naik. Anak-anaknya masih butuh biaya dan juga kehadiran Abah mereka.

Sejak kali itu, Hakim jadi lebih sering mengantarnya kemana pun. Aluh tak lagi dibiarkan bepergian seorang diri sekalipun ke pasar. Perempuan itu juga tak boleh memakai bedak dan lipstik saat keluar rumah, sekalipun tipis-tipis.

Kabar baiknya adalah, Hakim sering membelikannya barang-barang kebutuhannya. Tidak hanya gamis putih dan sepatu, tapi juga perhiasan. Seakan-akan ia ingin dibuat bahagia dengan semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun