Hai Diary, apa kabar?Â
Aku menepati janji kan untuk menemuimu lagi, untuk menulis lagi. Yah, walaupun jaraknya agak lama.
Pstt, ada yang ingin aku ceritakan padamu, tentang seorang ibu yang kutemui di toko. Kamu tertarik, kan? Baiklah, langsung saja yaa...
Sebenarnya aku sering mampir ke toko tersebut. Bisa dibilang aku termasuk salah satu langganan di sana. Hampir setiap hari aku berbelanja di sana, meski tidak banyak. Ibu yang menjaga toko, juga sudah hafal denganku.
 Mulanya beliau bertanya dimanakah aku tinggal?Â
Setelah menyebut nama suatu tempat, ia pun terheran-heran, kenapa aku bisa sering ke pasar yang satu komplek dengan tokonya?
Sejak saat itu, kami pun menjadi akrab. Sambil memilih-milih kebutuhan sembako, aku kerap ngobrol ringan dengannya. Begitupun dengan Ibu Jamilah. Sambil menghitung belanjaanku, ia bertanya atau bercerita ini-itu yang sebenarnya tak begitu penting. Sejujurnya, interaksi seperti ini lebih kusukai, ketimbang pilih lalu bayar seperti cara belanja pada umumnya. Kenapa? Karena aku suka ngobrol dan punya banyak teman.
Begitulah diary, kamu paham kan aku bagaimana?Â
Dulu aku tumbuh sebagai anak pendiam. Sampai aku menikah dan mempunyai anak-anak, perlahan tapi pasti, sifat introvert ku berubah. Ternyata sebuah keterbukaan dan persahabatan, sangat menyenangkan bagiku. Aku merasa dunia ini luas dan indah. Juga menyenangkan.
Oke, aku lanjut dulu yaa diary.
Nah, beberapa hari yang lalu, di suatu siang yang panas, toko tersebut tiba-tiba ramai dari biasanya. Ibu Jamilah tampak kewalahan melayani pembeli seorang diri.